REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Jarir at-Thabari menukil sebuah riwayat dari Addi bin Tsabit. Dalam kisah tersebut dicerita kan, seorang perempuan dari golongan Anshar mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa salah sa tu kerabatnya kerap berkunjung di rumahnya pada wak tu yang tak terduga.
Sementara itu, pada saat bersamaan, perempuan tersebut mengaku tengah berada dalam kondisi yang tak pantas. “Apa yang saya perbuat?” tanya perempuan itu ke Rasulullah. Lantas turunlah ayat ke-27 dari surah an- Nur. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan ru mah mu sebelum meminta izin dan memberi salam ke pada penghuninya. Yang de mi kian itu lebih baik bagimu agar kamu (selalu) ingat.”
Ada hal yang sering terlupakan pola berinteraksi sehari- hari. Yaitu, menghargai privasi rumah orang lain. Biasanya karena merasa sudah terbiasa dan memiliki komunikasi intens, rumah pun dianggapnya bak tempat ting gal sendiri. Keluar masuk dan berbuat semaunya, tanpa ada rasa malu.
Tindakan semacam itu men jadi perhatian serius da lam agama. Ada etika yang harus diperhatikan ketika hen dak memasuki kediaman orang lain. Sejumlah tuntun an itu digariskan, antara lain, bertujuan agar privasi pemiliki rumah ataupun supaya isi rumah tetap terjaga dengan baik. Sekaligus men cegah dam pak negatif dari kekurangsopanan menyelo nong ke dalam rumah tanpa etika. La tar belakang ayat ke-27 dari surah an-Nur tu run adalah bukti kuat akan hal pentingnya menghargai sebuah privasi rumah orang lain.
Abdul Azis bin Fathi as- Sayyid an-Nada, dalam buku Ensiklopedi Adab Islam, meng uraikan beberapa adab yang penting diperhatikan untuk menjaga kehormatan para tuan rumah, yaitu pertama, menentukan waktu yang tepat untuk meminta izin bertandang. Kemajuan teknologi telekomunikasi saat ini bisa mempermudah komunikasi dan permintaan izin tersebut.
Sebaiknya, melakukan per bincangan dan membuat janji terlebih dahulu, cara itu akan lebih utama. Pasalnya, ada waktu-waktu tertentu yang kurang etis untuk ber kunjung, seperti larut malam, pagi buta, atau ketika tengah berada dalam kondisi tak mengenakkan.
Penegasan ini bisa disari kan dari ayat berikut, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (le la ki dan wanita) yang kamu miliki dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum sembahyang Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu pa da tengah hari dan sesudah sem bahyang Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu.” (QS an-Nur [24]: 58).
Kedua, hendaknya me nge tuk pintu sebagai tanda per mintaan izin agar diper kenakan masuk. Kini, hal itu bisa ditempuh melalui bel yang dipasang di pintu ru mah yang ada di gerbang de pan. Caranya pun tak boleh berlebihan. Cukup lakukan sebanyak tiga kali.
Mengetuknya pun mesti perlahan sehingga tak me nim bulkan kegaduhan. Pernah seorang wanita menda tangi Ahmad bin Hanbal. Kedatangannya itu menanyakan sebuah persoalan. Ia mengetuk pintu dengan keras. Imam Ahmad pun berkomentar, “Ini adalah ketukan pintu aparat keamanan.”
Ketiga, tetap menjaga pan dangan dan tidak celi ngakcelinguk ingin mengetahui isi dan kondisi sekitar rumah. Sikap sopan dan me nahan diri tersebut akan bisa menjaga privasi dan kehormatan pemilik rumah. Diriwayatkan Bu khari dan Mus lim dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah bersab da, “Se sung guhnya dijadikan me minta izin untuk menjaga pan dangan.”
Tidak memaksakan
Tak seorang pun pantas me maksakan kehendaknya su paya diperkenankan me ma suki rumah seseorang. Tuan rumah berhak memutuskan bo leh tidaknya kunjungan se seorang. Termasuk, mempunyai hak menegur dengan san tun tindakan yang tak mengenakkan.
Karena itu, hendaknya bila pemilik rumah tak ber kenan atau tak ada seorang pun di rumah maka segeralah kembali. Demikian akan le bih terhormat dan menghilangkan kesan serta unsur pemaksaan. “Jika kamu tidak menemui seorang pun dida lam nya maka janganlah ka mu masuk sebelum kamu men dapat izin. Dan, jika di katakan kepadamu, ‘Kembali (saja)lah’ maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih ba gi mu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu ker ja kan.” (QS an-Nur [24]: 28).
Termasuk, bentuk pemaksaan kehendak ialah tidak terima alasan pemilik rumah atas penolakan kunjungan. Padahal, bisa jadi alasan yang dikemukakan memang fakta. Dan, kata imam Malik, “Tak semua orang sanggup mengatakan uzurnya.