REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inovasi Kallinikos terbukti meraih sukses besar dalam mengusir gelombang serbuan pasukan Arab dari gerbang Konstantinopel, di darat mau pun di laut. Namun, sejak serbuan Arab berakhir, api Yunani jarang dipakai lagi. Bizantium khawatir rahasianya bakal jatuh ke tangan musuh. Resepnya dijaga ketat sampai akhirnya hilang dalam huru-hara saat pasukan Perang Salib Eropa merebut Konstantinopel dari tangan Bizantium pada 1204.
Anna Comnena, putri penguasa Konstantinopel Kaisar Alexios I, mencatat, bahan api Yunani dibuat dari resin pohon pinus yang dicampur dengan belerang lalu dimasukkan dalam pipa untuk kemudian disemburkan dengan tekanan tinggi. Ketika ber temu dengan api yang dinyalakan di ujung pipa, terciptalah semburan angin berapi. Catatan lain menunjukkan api Yunani dibuat dari minyak bumi (nafta) yang diproses secara kimiawi, diartikan sebagai distilasi.
Sumber lain menyebut api Yunani merupakan paduan dari nafta, bele rang, dan kapur mentah (quicklime) yang dipanaskan lalu disalurkan me lalui pipa. Efek ledakan yang ditim bul kan api Yunani menimbulkan spe kulasi beberapa ahli sejarah bah wa saltpeter menjadi salah satu ramuannya. Mungkin juga saltpeter di gu n a kan pada versi lanjutan api Yunani yang menggunakan ramuan bele rang, lemak, damar, terpentin, dan antimon yang oleh pasuk an Perang Salib juga dijuluki api Yu nani.
Api Yunani juga sempat digunakan Konstantinopel untuk menahan invasi Igor dari Rusia pada 941. Menurut catatan Luitprand dari Cremona, ratusan kapal perang Rusia dihancurkan hanya oleh 15 kapal Bizantium yang menyemburkan api dari semua sisinya.
Menurut Luitprand, api itu hanya bisa dipadamkan dengan cuka dan air kencing, mengindikasikan bahwa kandungannya adalah alkalin karena bisa dinetralkan oleh asam. Berda sarkan kesaksian bahwa air laut justru membuat nyala api Yunani makin hebat, bisa di simpulkan reaksinya mirip termit dengan kandungan ka pur mentah yang ketika kontak dengan air akan menimbulkan panas.