Selasa 06 Feb 2018 16:27 WIB

Timbuktu Sebagai Pusat Intelektual

Namanya dikenal luas sebagai kota intelektual pada abad ke-15.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Agung Sasongko
Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).
Foto: nfvf.co.za
Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski Timbuktu didirikan pada abad ke-12 dan menjadi pusat komersial yang penting, namanya dikenal luas sebagai kota intelektual pada abad ke-15. Penulis sejarah menyebutkan, Timbuktu berakar dari sebuah permukiman nomaden beberapa mil dari Sungai Niger.

Lokasi tersebut sangat strategis bagi perdagangan dan menarik banyak orang untuk bermukim di sana. Lokasinya berada di persimpangan Sahara yang kering dan lembah subur Sungai Niger.

Sungai itu sendiri merupakan jalur yang mudah dilalui untuk mengangkut barang dari dan ke daerah-daerah tropis Afrika Barat. Para pedagang kemudian bermukim di sini. Diikuti oleh para cendikiawan Muslim dan membentuk pemukiman permanen.

photo
Manuskrip Timbuktu.

Populasi di Timbuktu bermacam-macam. Meskipun didirikan oleh Imagharen Tuareg, Timbuktu dihuni orang-orang Arab dari Sahara, berbagai pedagang Soninke, Songhai, yang awalnya sebagai penakluk dan  penggembala dari Fulani. Sampai hari ini, Songhai menjadi bahasa yang dominan. Arab dan Tamasheq juga banyak digunakan.