Kamis 08 Feb 2018 09:09 WIB

Puluhan Peneliti di Cairns Ternakkan Cacing Tambang di Tubuh

Memasukkan cacing tambang ke tubuh untuk menemukan pengobatan penyakit celiac.

.
.

REPUBLIKA.CO.ID, CAIRNS -- Ketika kabar seorang wanita asal Sunshine Coast terkena cacing tambang saat sedang berlibur ke pantai membuat banyak orang terkejut, sekelompok peneliti beranggotakan 60 orang yang berani di Cairns malah menginfeksi diri mereka sendiri dengan cacing tambang demi sains.

Wanita itu mengalami kaki yang bengkak dengan rasa gatal dan tegang yang hebat, dan dia merasakan cacing menggeliat saat obat dikonsumsi untuk menyingkirkan infeksi cacing tambang yang dialaminya. Wanita itu diperkirakan tertular cacing tambang itu dari kotoran hewan di pasir pantai.

Namun dalam sebuah penelitian yang dimulai pada 2015, ilmuwan dari James Cook University, Paul Giacomin telah mengolah cacing tambang di badan sejumlah peneliti dalam upaya untuk menemukan pengobatan penyakit celiac [kondisi di mana pencernaan seseorang mengalami reaksi negatif saat mengonsumsi gluten.]

Penelitian ini didasarkan pada asumsi cacing dapat mensekresikan protein anti-inflamasi yang dapat dimasukkan ke dalam pil, tapi pertama-tama mereka harus mengerti mekanisme bagaimana cacing tersebut menekan respons inflamasi. Giacomin mengatakan sejauh ini belum ada pengobatan untuk penyakit celiac dan perawatan cacing tambang oleh timnya dan yang lainnya bisa menjadi sebuah terobosan baru yang revolusioner.

Temuan awal dari penelitian ini, yang baru menjalani setengah dari seluruh fase dari penelitian ini, cukup menjanjikan. Sebuah penelitian yang dilakukan tiga tahun lalu menunjukkan pasien yang sensitif gluten yang menerima cacing tambang ternyata mampu menghabiskan semangkuk pasta sehari menjelang akhir pengobatannya.

Kebaikan dari cacing yang jahat

cacing tambang digunakan untuk mengobati penyakit celiac.
gigi dan mulut seekor cacing tambang digunakan untuk masuk ke tubuh yang dihinggapi. Flickr: Saunderses

Sampel dari kelompok peneliti yang terdiri dari 60 peneliti dan staf universitas, di seluruh Australia dan Selandia Baru, tidak dapat merasakan cacing-cacing tersebut bergerak seperti yang dialami  wanita di Sunshine Coast.

Ketika cacing yang digunakan dalam uji coba ini berhasil mencapai dinding gastrointestinal, sebuah sakit perut ringan mungkin dialami saat cacing terbentuk."Di luar itu Anda tidak akan merasakannya, mereka bisa hidup sampai 10 tahun," katanya.

Mereka juga tidak tumbuh sangat besar, tidak seperti cacing lain yang mungkin telah ditemukan mungkin juga membantu dalam pengobatan penyakit seperti celiac. "Cacing dengan panjang satu sentimeter adalah yang terbesar, dan itu jenisnya betina. Cacing laki-laki lebih kecil," katanya.

"Dengan penggunaan obat cacing pita, cacing pita bisa tumbuh hingga sepanjang satu meter."

Infeksi sendiri tidak akan menular infeksi

Tetesan mengandung cacing tambang
Anggota dari riset ini diinfeksikan dengan satu tetes cairan mengandung cacing tambang. Supplied: Paul Giacomin

Para periset yang menggunakan tubuh mereka sebagai "peternakan" memiliki antara 10 dan 20 cacing tambang yang dioleskan ke lengan bawah mereka diatas sebuah band-aid. Giacomin mengatakan pasien dalam uji coba ini hanya terlihat mengalami ruam kecil setelah cacing dioleskan ke kulit.

Cacing telah "menggali" jalan mereka, di mana mereka terhubung ke dinding usus dan menjalani kehidupan yang panjang, bahagia, tapi tidak produktif. Cacing tambang berlipat ganda di luar tubuh, karena itulah mereka tidak dapat ditransfer atau masuk ke dalam tubuh lain dalam jumlah besar - selama kotoran dibuang ke toilet.

Dan dalam lingkaran kehidupan yang sejati, kelompok tersebut kemudian memberikan sampel tinja mereka sehingga cacing tambahan dapat diternakkan di laboratorium untuk digunakan lebih lanjut dalam uji klinis.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.

 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/gaya-hidup-nad-kesehatan/peneliti-di-cairns-ternakan-cacing-tambang-di-badannya/9407166
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement