Kamis 08 Feb 2018 10:45 WIB

Bagaimana Cara Pemerintah Hitung ASN Wajib Zakat?

Perlu kepercayaan umat pada pemerintah dan lembaga yang ditunjuk untuk kelola zakat

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Fuad Nasar bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (dari kiri) memaparkan penjelasan saat konferensi pers di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (7/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Fuad Nasar bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (dari kiri) memaparkan penjelasan saat konferensi pers di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  MAKASSAR -- Wacana Kementerian Agama akan melakukan pungutan zakat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan memotong gaji sebagai kewajiban ASN muslim dalam menunaikan kewajiban zakatnya menuai beberapa pertanyaaan. Akademisi Universitas Hasanuddin, Saiful Jihad mempertanyakan cara pemerintah menetapkan ASN wajib zakat.

"Bagaimana pemerintah menghitung jumlah pendapatan ASN setelah dipotong semua pengeluaran kebutuhan dasarnya, utangnya, dan pengeluaran dengan biaya operasional dalam bekerja, sehingga negara bisa menetapkan yang bersangkutan telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat profesinya," kata Saiful Jihad, Kamis (8/2)

Meski pemerintah mengatakan hanya ingin menfasilitasi agar ASN muslim bisa berzakat, tetapi banyak hal yang perlu dilakukan. Utamanya membangun kepercayaan umat kepada pemerintah dan lembaga yang ditunjuk sebagai pengelola zakat.

"Akan lebih bijak jika Menteri Agama menunda dahulu kebijakan tersebut, dengan mendorong agar masing-masing individu dan dengan dibantu oleh petugas dari BAZ atau LAZ yang ada, untuk dapat menghitung kewajiban zakatnya," papar aktivis Perludem Sulsel ini.

(Baca juga: 'Hati-Hati Rumuskan Kebijakan Zakat ASN Muslim')

Pengurus IKA PMII ini menjelaskan, mengutip kembali ketentuan syara' terkait zakat. Wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria.

Pertama batas minimal nishab dan kedua harus menjalani haul atau putaran satu tahun. Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan, Sabda Rasulullah.'Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul' (hadits riwayat Abu Dawud)

Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.

"Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang," ungkap Jihad.

Meski demikian, pihaknya sangat sepakat kalau harta tersebut mesti disucikan (tuthahhirihim wa tuzakkihim), tetapi ketentuan syara' mesti dijalankan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement