Ahad 11 Feb 2018 19:50 WIB

Program Swasembada Pangan Perlu Dievaluasi

Ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum mencapai swasembada.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Citra Listya Rini
Pemandangan lahan sawah berada di pemukiman penduduk,  kawasan Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh yang merupakan bagian dalam upaya  mewujudkan  swasembada pangan nasional.
Foto: Ampelsa/Antara
Pemandangan lahan sawah berada di pemukiman penduduk, kawasan Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh yang merupakan bagian dalam upaya mewujudkan swasembada pangan nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Pemerintah dinilai perlu melakukan evaluasi terhadap program swasembada pangan. Sebab, sampai saat ini Indonesia dinilai belum bisa mewujudkan program yang masuk dalam Nawacita tersebut.

Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo mengatakan, pemerintah harus lebih giat dan bekerja keras dalam mewujudkan swasembada. Apalagi, pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah memasuki tahun keempat.

"Dan target swasembada pangan belum terwujud. Kebutuhan pangan kita masih impor," kata Bambang dalam keterangannya, Ahad (11/2).

Pemerintah saat ini memang baru saja mendatangkan beras impor dari sejumlah negara. Meski begitu, beras tersebut tidak akan digelontorkan ke pasar dan hanya disimpan sebagai stok Bulog.

Politisi partai Gerindra tersebut menilai, ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum mencapai swasembada. Salah satunya karena lemahnya koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait. Utamanya soal data produksi, distrbusi, dan lainnya.

Ia mengatakan, seharusnya pemerintah mencontoh Belanda dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Meski hanya memiliki luas lahan pertanian terbatas, nyatanya Belanda tidak memerlukan impor pangan.

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menjelaskan, stok beras di Pasar Induk Cipinang yang sering dianggap sebagai barometer ketersediaan beras belum memadai.

Per 8 Februari 2017, stok hanya tersedia 21.484 ton. Angka ini jauh dibawah ambang batas aman yakni setidaknya terdapat stok sebesar 30 ribu hingga 25 ribu ton.

Dia mengakui, stabilitas harga beras memang terus terjadi hingga September 2016. Namun, begitu memasuki bulan November 2016, harga beras merangkak naik dan terjadi lonjakan yang signifikan pada Desember 2016.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement