Selasa 27 Feb 2018 15:38 WIB

Rusia Memveto Resolusi Anti-Iran di DK PBB

Resolusi bertujuan mengecam Iran yang diduga memasok senjata ilegal ke Houthi.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Dewan Keamanan PBB
Foto: AP
Dewan Keamanan PBB

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia telah memveto resolusi yang dirancang Inggris di Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB), Senin (26/2). Resolusi ini bertujuan mengecam Iran yang diduga telah memasok senjata ilegal ke pemberontak Houthi di Yaman.

Dilansir di kantor berita Tass, resolusi yang juga akan memperpanjang sanksi di Yaman tersebut hanya mendapat 11 suara dukungan dari 15 anggota DK PBB. Rusia dan Bolivia memilih menolak, sementara Kazakhstan dan Cina abstain.

Dalam resolusi itu, DK PBB akan melakukan perpanjangan embargo senjata Iran, setelah negara-negara Barat mencurigai adanya pasokan senjata ilegal dari negara tersebut ke kelompok pemberontak Yaman. Resolusi ini juga menyerukan adanya tindakan lebih lanjut dalam menanggapi pelanggaran yang dilakukan Iran.

Selain itu, DK PBB akan melakukan pembekuan aset dan memberlakukan larangan perjalanan bagi orang-orang yang terlibat dalam perang Yaman hingga 26 Februari 2019. Resolusi juga akan memperpanjang mandat pakar yang memantau penegakannya sampai 28 Maret 2019.

Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vassily Nebenzya mengatakan Moskow tidak dapat menyetujui resolusi tersebut karena diduga dibuat hanya berdasarkan kesimpulan dan laporan yang belum dikonfirmasi. Menurutnya, resolusi harus diperiksa dua kali dan dibahas oleh komite sanksi.

Dia menambahkan, saat rancangan resolusi masih dinegoisasikan, Rusia menawarkan lebih dari satu rancangan resolusi baru. Namun gagasan Rusia telah ditolak.

"Rusia pada dasarnya menentang perpanjangan sanksi dari kelompok komite sanksi yang dipolitisasi dan digunakan untuk menyelesaikan bukan hanya tugas teknis, tapi juga geopolitik," ujar Nebenzya.

Konfrontasi antara pasukan pemerintah Yaman dan kelompok Houthi telah berlangsung di Yaman sejak Agustus 2014. Konflik ini memasuki fase paling aktif pada Maret 2015, ketika koalisi pimpinan Arab Saudi menyerang negara tersebut.

Menurut Pusat Hak dan Pembangunan Yaman, lebih dari 12.500 warga sipil telah tewas di negara tersebut selama 800 hari pertama serangan. PBB mengatakan sekitar sepertiga dari penduduk Yaman atau 22,2 juta orang membutuhkan bantuan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement