REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya tahan adalah titik yang menentukan. Apakah seseorang tetap bertahan sehingga menjadi pemenang, atau terkapar menjadi sosok yang dilupakan.
Terlebih iman itu kadang naik, kadang turun. Saat naik, apakah kita akan menjaganya sejauh kekuatan ruhiyah kita bertahan. Saat turun apakah kita mampu menjaganya agar tak terjerumus ke dalam laknat dan maksiat. Semua itu ditentukan oleh istiqamah.
Seseorang yang istiqamah tak ada sedikit pun di hatinya rasa ragu lagi bimbang. Ia teramat yakin sehingga ia terus melaju dalam rel keimanan. Tak pula didapati dalam hati orang yang istiqamah kesedihan. Ia bergembira, maka ia ingin terus mempertahankan kegembiraan itu.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan 'Rabb kami ialah Allah," kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) berdukacita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan." (QS al-Ahqaf [46] : 13-14).
Sungguh agung kata istiqamah itu. Allah menjanjikan orang-orang yang istiqamah di jalan Islam dengan surga. Para ulama menyebut kata istiqamah sebagai jawaami'ul kalim, sebuah kata-kata singkat, tapi mengandung makna yang luas.
Ibnu Rajab an-Hanbali menjelaskan makna istiqamah dengan menempuh jalan yang lurus tanpa membengkokkannya ke kanan maupun kiri. Ia termasuk ketaatan secara keseluruhan, baik lahir maupun batin serta meninggalkan segala bentuk larangan. n