REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Rasulullah SAW berkhutbah, beliau terpaksa berdiri lama. Hal itu dirasakan terlalu berat sehingga ditancapkan batang pohon kurma di samping tempat beliau berkhutbah. Ini dilakukan agar beliau bisa bersandar jika merasakan lelah. Pemandangan itu dilihat seseorang yang baru menetap di Kota Madinah.
Kepada sahabat Rasulullah SAW yang ada di dekatnya, ia berkata, "Jika aku ketahui bahwa Muhammad (Rasulullah SAW) menyenangiku karena suatu hal yang menyenangkan, pasti akan kubuatkan untuk beliau sebuah mimbar di mana beliau dapat duduk atau berdiri sesuka hati."
Ucapan itu akhirnya sampai ke telinga Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Panggil orang itu!" Kemudian, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membuat mimbar. Setelah itu, Rasulullah SAW merasa nyaman dalam berkhutbah. Itulah awal keberadaan mimbar yang kini menjadi tempat khatib menyampaikan khutbah di masjid-masjid.
Dalam sejarahnya, dikisahkan bahwa pada mulanya mimbar adalah sebuah gundukan sebagai tempat duduk Rasulllah SAW. Ini dimaksudkan agar Rasulullah SAW mudah mengenali orang asing yang datang saat menyampaikan khutbah.Pembuatan gundukan itu dilatari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, kemudian datang orang asing yang tidak dikenal. Para sahabat lalu minta izin untuk membuat tempat duduk agar beliau mudah mengenali orang asing itu.
Ini berarti mimbar yang saat ini dikenal menjadi tempat khatib menyampaikan khutbah di masjid-masjid sejatinya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Keberadaan mimbar dimulai ketika Rasulullah SAW membangun masjid di Madinah, yaitu Masjid Nabawi.
Tidak seperti mimbar yang ditemui di banyak masjid saat ini, kala itu mimbar dibuat dengan sangat sederhana. Mimbar Rasulullah SAW hanya terbuat dari tumpukan batu bata dan kayu dari pelepah kurma.