REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menaikkan tarif impor barang-barang dari China sebesar 60 miliar dollar AS harus diwaspadai oleh Indonesia. Dampak kebijakan tersebut berpotensi meluas jika Indonesia tidak segera mempercepat industri di sektor pertahanan.
"Pertarungan ini hanya satu step sebelum perang betulan. Artinya segeralah indonesia mempersiapkan diri, bukan terlibat di situ, tapi bagaimana menghalau agar tidak terjadi dekat kita," kata Pengamat Pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (24/3).
Ia menilai ada persepsi yang salah antara masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi ancaman perang. Seolah-olah senjata dan perlengkapan perang bisa dibeli di supermarket. Padahal menurutnya persiapan tersebut perlu dibangun.
"Hal ini menurut saya yang tidak bisa ditunda, bagaimana segera membuat program jangka panjang program industri kita, khususnya di industri pertahanan," jelasnya.
Saat ini menurut Connie ada tujuh prioritas yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Pertahanan, seperti misalnya penguasaan kepada pembuatan kapal selam, radar, rudal. Namun menurutnya perlu ditambah satu prioritas yang perlu didorong, yaitu nuklir.
"Kalau itu sudah jelas road map-nya, jelas juga angkatan laut kita di mana angkatan udara kita di deployed (dikerahkan) di mana, demand-nya (permintaan) sudah ada. Seperti China kan bangun industri pertahanan buat siapa sih kan nggak dijual tadinya. Buat people liberation army saja gitu. Sama kita juga seperti itu," ungkapnya.