REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan pentingnya peta jalan rumput laut nasional sebagai upaya untuk mengembangkan salah satu komoditas unggulan sektor kelautan nasional itu. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam rilisnya, Selasa (27/3) menekankan pentingnya mengimplementasikan peta jalan rumput laut nasional.
Slamet Soebjakto menegaskan bahwa tantangan utama saat ini adalah bagaimana menata sistem tata niaga rumput laut yang lebih efisien dan transparan. "Rantai tata niaga harus efisien dengan memutus rantai distribusi yang terlalu panjang," katanya.
Untuk itu, dia mengatakan, kemitraan harus terjalin secara langsung antarindustri dengan pembudidaya di setiap sentra produksi dengan mengedepankan kepercayaan, tanggungjawab dan transparansi. Ia memaparkan, pengembangan industri berbasis nilai tambah juga perlu didorong karena pada saat ini, Indonesia adalah net eksportir terbesar.
Tapi harus diakui 80 persen merupakan raw material (bahan mentah). Dengan keunggulan tersebut, Slamet juga menekankan pentingnya melakukan diversifikasi produk. Karena bila mutu produk dapat dinaikkan dari bahan mentah menjadi semi refine carageena, maka setidaknya nilai tambah yang akan didapat bisa mencapai 274 persen.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan berupaya untuk melakukan pendekatan persuasif kepada Departemen Pertanian Amerika Serikat terkait pencabutan (delisting) produk karaginan rumput laut dari daftar bahan pangan organiknya. "Kita tahu bersama kalau Indonesia adalah salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia dan karaginan rumput lautnya itu banyak di ekspor ke luar negeri. Tapi dengan adanya delisting itu, pastinya akan berpengaruh," ujar Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan KKP, Widodo Sumiyanto.
Dia saat menghadiri rapat kerja nasional (Rakernas) Asosiasi Rumput Laut (ARLI) itu mengatakan, akan berupaya keras dalam melakukan pendekatan-pendekatan terhadap Otoritas Amerika Serikat dengan memberikannya bukti-bukti positif.
Ia mengatakan, delisting produk karaginan rumput laut dari daftar bahan pangan organik nasional atau National Organic Standards Board itu tentunya membuat pengusaha rumput laut menjadi khawatir. Karena pasar ekspor rumput laut terus meningkat.
Walaupun dirinya mengakui jika saat ini isu tersebut belum berpengaruh terhadap kinerja ekspor, namun dikhawatirkan ke depan akan memberikan efek terhadap preferensi konsumen global. "Ekspor rumput laut dalam bentuk bahan mentah sebagian besar ke Cina. Dari Cina kemudian diekspor ke Amerika Serikat dalam bentuk karaginan. Jika Cina terganggu dengan kebijakan delisting, Indonesia akan terganggu ekspornya," katanya.