REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Bank Muamalat tidak mengalami persoalan likuiditas yang mengkhawatirkan, tetapi membutuhkan investor yang bisa menyuntikkan modal untuk ekspansi usaha.
"Bank Muamalat basisnya mempunyai likuiditas bagus, hanya membutuhkan tambahan modal untuk beroperasi ke depan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja Komisi XI DPR membahas perkembangan Bank Muamalat di Jakarta, Rabu (11/4).
Wimboh mengatakan, permodalan sangat dibutuhkan Bank Muamalat karena wajar apabila sektor perbankan memutuskan untuk tumbuh dan berkembang lebih optimal. Apalagi, Bank Muamalat merupakan pionir dari industri keuangan syariah dan tercatat sebagai bank syariah pertama di Indonesia.
"Kebutuhan modal ini hal yang normal karena Bank Muamalat harus terus tumbuh untuk menjalankan fungsi intermediasi secara berkelanjutan," katanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan, saat ini komposisi pemilik modal Bank Muamalat terdiri atas Bank Pembangunan Islam (IDB) sebesar 32,74 persen, Grup Boubyan Bank-Kuwait 30,45 persen, Grup Sedco 24,23 persen, dan perseorangan 12,58 persen. Namun, IDB memutuskan tidak lagi menambah modal di Bank Muamalat karena terdapat peraturan internal yang membatasi kepemilikan modal hanya sebesar 20 persen.
Demikian juga dengan Boubyan Bank-Kuwait dan Sedco Holdings yang memutuskan untuk melakukan konsolidasi atas kepemilikan saham di Bank Muamalat.
"Dengan kondisi ini, perkembangan Bank Muamalat stagnan karena ekspansi membutuhkan penambahan modal," kata Heru.
Untuk itu, Heru mengharapkan adanya calon investor yang serius untuk menanamkan modal ke Bank Muamalat agar industri keuangan syariah di Indonesia dapat tumbuh berkembang lebih baik.