REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Arif Satria memberikan kuliah umum di Universitas Yarsi, Jakarta Sabtu (14/4). Tema yang diusung adalah “Strategi Perguruan Tinggi Era Disrupsi”.
Rektor IPB mengatakan, inovasi disruptif ini selalu berkaitan dengan teknologi yaitu teknologi yang terbaru dan terus ter-update. Perguruan tinggi harus bersiap menghadapi era banyak "gangguan" yang diakibatkan oleh perubahan yang makin sering terjadi dan harus disikapi dengan bijaksana agar perguruan tinggi mampu menanggapi tantangan zaman. Perguruan tinggi tidak boleh terperangkap dengan cara pandang zaman old. Oleh karenanya, perguruan tinggi harus bergerak cepat mendorong inovasi, menfasilitasi mahasiswa untuk menjadi pembelajar aktif dengan menyiapkan kurikulum yang memenuhi tuntutan zaman sesuai kebutuhan masyarakat.
“Perguruan tinggi di Indonesia dinilai harus mempersiapkan diri menghadapi perubahan di era digital disruption yakni era keterkejutan dengan teknologi digital. Hal itu juga harus didukung oleh pemerintah dengan cara menyiapkan regulasi yang mendukung. Kalau tidak melakukan perubahan dengan cepat ke era digital, maka lambat laun perguruan tinggi tersebut akan tertinggal jauh,” kata Rektor dalam siaran persnya, Jumat (20/4).
Era disrupsi ini bisa terjadi karena perkembangan teknologi komunikasi pada generasi milenial dan era internet of things. Korban–korban era ini adalah organisasi – organisasi mapan, termasuk di dalamnya adalah dunia pendidikan. Mereka yang sudah terbiasa dengan ketenaran membuat mereka tidak bergerak cepat. Sementara, di luar sana peluang inovasi baru berpotensi menggesernya secara pelan-pelan.
Dalam situasi persaingan yang ketat ini, teknologi menjadi salah satu yang tidak dapat diabaikan. Keberadaan teknologi informasi telah menghapus batas-batas geografi, menghasilkan inovasi-inovasi baru yang tidak terlihat, dan tanpa disadari telah mengubah cara hidup, memengaruhi tatanan hidup dan bahkan mengganti sistem yang ada.
“Disrupsi itu sudah terjadi di berbagai bidang, baik itu transportasi maupun industri. Sama halnya dengan di bidang pendidikan. Pendidikan harus mengubah dirinya dengan hadir dalam bentuk e-learning misalnya. Penyampaian muatan informasi seharusnya jangan lagi menjadi tujuan pendidikan, namun justru harus memperhatikan bagaimana cara membangun karakter peserta didik, bahkan termasuk cara-cara berpikir kreatif,” tandasnya.
Menurutnya perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia ke empat dimana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia.
“Mahasiswa yang tengah belajar mengembangkan ilmu pengetahuan harus bersiap menghadapi tantangan besar yang terjadi di era Revolusi Industri 4.0 yang terjadi saat ini. Mahasiswa harus mulai memperhatikan pentingnya penguasaan teknologi, teknologi digital serta bahasa asing. Kemampuan dalam berbahasa asing dan penguasaan teknologi adalah dua modal penting untuk bersaing dalam dunia kerja seiring dengan globalisasi,” ujarnya.
Mahasiswa harus diberi kesempatan untuk lebih kreatif, kolaboratif dalam mengerjakan pekerjaan dan permasalahan rumit yang memang tidak dirancang untuk dikerjakan oleh robot dan mesin. Dunia pendidikan pun diharapkan mampu berperan aktif untuk mempersiapkan para siswa dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Kurikulum yang dirancang dihimbau mengandung pembelajaran dan pengetahuan terkait dunia industri.
Perlu juga dipersiapkan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan era disrupsi. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
Dr. Arif berharap, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan Indonesia harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki nilai tambah sesuai kebutuhan pasar kerja. Lembaga pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang berkarakter, kompeten, dan inovatif.