Selasa 24 Apr 2018 14:51 WIB

Nasaruddin Umar: Indonesia Kiblat Peradaban Dunia

Indonesia negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia yang paling aman.

Rep: djoko suceno/ Red: Ani Nursalikah
 Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof Nasaruddin Umar mengatakan saat ini Indonesia merupakan kiblat peradaban dunia. Label tersebut diberikan kepada Indonesia karena sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia yang paling aman.

"Indonesia adalah negara Muslim paling aman di dunia. Indonesia jadi kiblat peradaban dunia," kata dia saat menyampaikan tausiyahnya dalam Tabligh Akbar Polda Jabar, Selasa (24/4).

Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal ini, bukti Indonesia menjadi kiblat peradaban dunia salah satunya bisa dilihat saat bulan Ramadhan. Di bulan yang suci tersebut situasi di Tanah Air sangat meriah. Umat Islam bisa melaksanakan ibadah selama puasa dengan penuh kekhusuan.

Umat Islam bisa memilih beribadah di masjid yang paling nyaman tanpa khawatir akan ancaman teror seperti negara-negara Islam lainnya." Negara-negara Islam cemburu. Kita lihat Afghanistan. Sedih mau shalat di masjid saat Ramadhan nggak bisa karena takut ancaman (teror bom). Demikian juga dengan Irak, Suriah, Mesir, dan Yaman," ujar dia.

Kemeriahan saat Ramadhan, kata Nasaruddin, juga bisa dilihat di tempat-tempat publik seperti pusat perbelanjaan (mal), hotel, dan tempat-tempat lainnya. Kemeriahan seperti itu hanya bisa dilihat di Indonesia. Di negara-negara Timur Tengah, kata dia, suasana Ramadhan seperti itu tak pernah ada.

"Di Timur Tengah Ramdhan itu biasa saja. Tidak seperti di kita suasananya meriah dan aman. Bahkan banyak artis-artis yang tampil beda dengan berhijab meski setelah puasa kembali seperti biasa lagi," ujar mantan wakil menteri agama ini.

Ramadhan tahun ini waktunya berdekatan dengan pelaksanaan pencoblosan pilkada serentak. Ia berharap kondisi bulan puasa tersebut tidak dinodai dengan politisasi.

"Jangan isi dengan intrik politik. Jangan sampai pahala puasa kita berkurang karena pemilu. Godaan bertambah, yaitu menjelekkan orang dan memuji berlebihan orang lain. Sama saja dengan dosa," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement