Rabu 25 Apr 2018 13:01 WIB

Ini Empat Dimensi Ramadhan

Tujuan akhir (goal)-nya menjadi orang yang bertakwa.

Santri sepuh laki-laki mengisi waktu berpuasa dengan mendaras bacaan Alquran di Pesantren Pondok Sepuh Masjid Agung Payaman, Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Foto: Nico Kurnia Jati
Santri sepuh laki-laki mengisi waktu berpuasa dengan mendaras bacaan Alquran di Pesantren Pondok Sepuh Masjid Agung Payaman, Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR –  Ramadhan sebentar lagi tiba. Salah satu ibadah utama pada bulan Ramadhan adalah menunaikan ibadah puasa.

Menurut Dr Habib  Abdurrahman Al-Habsyi Lc, MA, puasa Ramadhan memiliki empat dimensi. “Jika keempat dimensi ini dapat dioptimalkan, niscaya puasa Ramadhan yg dijalankan akan penuh dengan makna. Tujuan akhir (goal)-nya sebagai muttaqin (menjadi orang yang bertakwa) akan dicapai,” kata Habib Abdurrahman Al-Habsyi saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/4).

 Keempat dimensi itu ialah dimensi aqidah, syariah, akhlak dan sosial. Terkait dimensi aqidah, dalam hal ini, puasa Ramadhan haruslah diyakini betul sebagai perintah Allah kepada orang yang beriman, juga diperintahkan Allah kepada umat terdahulu.

 

“Puasa merupakan persembahan hamba yang ditujukan kepada Allah langsung, dan Allah jualah yang menilainya secara langsung juga,” tuturnya dalam rilis SBBI yang diterima Republika.co.id, Selasa (24/4).

 

Dalam sebuah hadits qudsy Allah berfirman, yang artinya, “Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang membalasnya.”

“Oleh karena itu, menjalankan puasa haruslah dilandasi dengan keimanan,” ujar Abdurrahman.

Kedua, terkait  dimensi syariah,  menjalankan ibadah puasa Ramadhan haruslah mengikuti tuntunan syariah. Semua syarat dan ketentuan yang berlaku harus merujuk kepada contoh Rasulullah saw.  “Syarat, rukun, sunah-sunah dan pembatalan puasa harus merujuk kepada syariah,” tegasnya.

 

Ketiga, dimensi akhlak. “Orang yang berpuasa, haruslah terpancar darinya akhlak mulia. Orang yang berpuasa melatih dirinya untuk bisa jujur dalam segala kondisi. Orang yang berpuasa dengan benar akan mengikis kemunafikan dalam dirinya,” paparnya.

Bagaimana dengan mereka yang tidak berpuasa atau pun melakukan kemaksiatan lainnya di bulan Ramadhan? “Mereka itu orang-orang munafik. Mereka melakukan hal itu, untuk mengolok-olok ayat-ayat Allah. Padahal balasan bagi yg mengolok-olok ayat-ayat Allah ini, amatlah berat. Sebagaimana ditegaskan Allah dalam QS At Taubah : 62-65,” ujar Abdurrahman.

Terakhir,  dimensi sosial. “Orang yang melaksanakan puasa dengan baik dan benar akan tumbuh  pada dirinya sikap empati. Dia bisa merasakan apa yang orang lain rasakan,” tuturnya.

 

Contohnya, anjuran memberi makanan berbuka untuk mereka yang berpuasa. “Hal ini menunjukkan, bahwa dirinya mampu berempati kepada yang lain. Mereka merasakan lapar sebagaimana orang fakir kelaparan,” kata Habib Abdurrahman Al-Habsyi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement