REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Media Israel, Haaretz, melaporkan Pemerintah AS meyakini seluruh negara di Timur Tengah sebaiknya mengakui Israel terlebih dulu sebelum meminta otoritas Zionis menyerahkan persenjataan nuklirnya.
"Pihak Trump telah mengambil posisi bahwa Israel tidak perlu diminta untuk menyerahkan senjata nuklir sebelum semua negara di Timur Tengah mengakui hak keberadaan negara Israel," sebut Harian Israel Haaretz dengan mengutip sumber seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (3/5).
Pada 2010 yang lalu, sejumlah negara di Timur Tengah menandatangani sebuah perjanjian. Penandatangan perjanjian ini mengadopsi resolusi dan menyerukan adanya konferensi internasional untuk menjadikan Timur Tengah sebagai zona bebas nuklir. Saat itu, Israel menentang perjanjian tersebut.
Sejumlah negara di Timur Tengah akan menggelar konferensi non-proliferasi nuklir yang dijadwalkan digelar pada 2020. Dalam laporan Haaretz, ditegaskan Israel bukan penandatangan perjanjian tersebut."Israel bukan penandatangan perjanjian, tapi Mesir telah secara aktif mencari resolusi di berbagai forum internasional," tulis Haaretz.
Menurut mereka, masalah senjata nuklir tidak dapat dipisahkan dari masalah keamanan di kawasan atau dari keadaan perang yang ada antara Israel dan beberapa negara lain.
Finlandia akan menjadi tuan rumah dan mengatur acara untuk konferensi pada 2020 itu. Tapi mediator Finlandia tidak dapat membentuk kesepakatan di antara calon peserta mengenai mandat konferensi.
Baca juga, Israel tak Ada yang Ingin Perang dengan Teheran.
Pada 2015, AS yang saat itu dipimpin Barack Obama mengambil sikap bahwa penyerahan senjata nuklir hanya bisa dilakukan melalui dialog dengan Israel. Menurut Institut Sains dan Keamanan Internasional (ISIS) yang berbasis di Washington, Israel telah memproduksi 115 hulu ledak nuklir sejak mulai memproduksinya pada 1963.
Jumlah sebenarnya senjata nuklir Israel tetap menjadi rahasia yang dijaga ketat. Penelitian lain telah menempatkan angka pada sekitar 80 hulu ledak yang dapat disebarkan.