REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mendorong reformasi tata kelola dalam Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terkait kuota keanggotaan. Ia meminta, keanggotaan IMF diukur berdasarkan ukuran ekonomi suatu negara.
"Kita ingin kuota representasi itu betul-betul merepresentasikan ukuran ekonomi di suatu negara. Selama ini negara berkembang ukuran ekonominya dalam pangsa ekonomi global sudah besar bahkan melebihi separuh. Tapi mengapa kuotanya dalam IMF itu belum lebih dari separuh," ujar Perry di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Senin (4/6).
Perry mengaku, hal itu merupakan bagian dari pembahasan yang akan dilakukan dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali pada Oktober mendatang.
Selain itu, ia juga mendorong penguatan sistem moneter internasional dalam menghadapi masa transisi perekonomian dunia. Ia mengatakan, dalam dua tahun terakhir, Amerika Serikat mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter. Tahun depan, ujarnya, Eropa dan Jepang juga akan melakukan kebijakan serupa.
"Yang mau kita angkat adalah bagaimana sinkronisasi normalisasi kebijakan moneter antarnegara maju itu berjalan secara baik sehingga berdampak minimal terhadap negara berkembang," kata Perry.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, persiapan penyelenggaraan Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Kelompok Bank Dunia 2018 di Bali telah mencapai 77 persen. Luhut mengaku, seluruh persiapan berjalan sesuai rencana dan Bali siap menjadi tuan rumah pertemuan itu mulai 8 hingga 14 Oktober 2018.
"Perkembangan persiapan pertemuan tahunan sampai akhir Mei 2018 telah mencapai 77 persen. Pada akhir Juli 2018, progres persiapan bisa mencapai 85 persen dan sisanya diharapkan selesai September," kata Luhut usai memimpin rapat koordinasi di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Senin (4/6).
Ketua Panitia Nasional Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia itu mengaku pembahasan di tingkat teknis akan kembali dilakukan Juli hingga Agustus 2018. Luhut mengaku, pertemuan tahunan tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang strategis pada perkembangan perekonomian dunia. Hal ini lantaran saat ini keadaan ekonomi global diliputi ketidakpastian seperti soal perang dagang AS-Cina dan geopolitik.
"Kita akan fokus pada output yang lebih wah. Output pertemuan tahunan di Bali kita harap bisa menjadi kenangan tersendiri untuk perbaikan ekonomi dunia dan juga Indonesia," kata Luhut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018 akan dihadapkan pada kondisi perubahan perekonomian global. Hal itu terkait dengan kebijakan perdagangan antarnegara termasuk negara-negara G-7, normalisasi kebijakan di AS, dan perkembangan politik di sejumlah tempat.
"Ini semua akan mempengaruhi outlook perekonomian global sehingga pertemuan tahunan ini menjadi pertemuan yang sangat penting untuk membahas kondisi terkini dan tantangan agar 188 negara bisa bersama menjaga perekonomian global bisa tetap kondusif bagi progres kemajuan di masing-masing negara," kata Sri.