REPUBLIKA.CO.ID, CICALENGKA -- Pimpinan pondok pesantren Al-Hidayah (Santiong), Cicalengka, KH Umar Basri menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit AMC, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Sabtu (11/8) sekitar pukul 23.15 WIB. Ulama yang pernah menjadi korban penganiayaan oleh orang tidak dikenal Januari silam itu mengalami sakit radang tenggorokan yang mengakibatkan Kiai kesulitan untuk bernafas.
Salah seorang santri sekaligus juru bicara keluarga saat terjadi penganiayaan terhadap ulama KH Umar, Iwan Ismail mengungkapkan almarhum meninggal akibat sakit yang dideritanya saat mengalami penganiayaan Januari silam oleh orang yang tidak dikenal. Dia menjelaskab, kiai mengalami radang tenggorokan yang mengakibatkan almarhum kesulitan bernafas hingga di akhir hayatnya kesulitan untuk berkomunikasi.
“Ada sesak nafas, ada radang dan suka berair kalau lagi ngobrol. Pertama masuk rumah sakit masih bisa berkomunikasi meski suaranya kecil, kemudian hari terakhir sulit berkomunikasi,” ujarnya kepada Republika.co.id Ahad (12/8).
Ia mengaku tidak mengetahui apakah terdapat pesan terakhir yang disampaikan almarhum. Sebab dia tengah mengkondisikan pesantren. Saat ini pesantren masih berduka dan tengah menyiapkan tahlilan selama tujuh hari ke depan. “Sekarang masih banyak tamu yang berbela sungkawa,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini sidang penganiayaan terhadap almarhumanh oleh orang tidak dikenal sudah selesai di Pengadilan Bale Bandung di Baleendah dan mendapatkan vonis. Pihak keluarga saat ini, menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada hakim dan aparat kepolisian.
Iwan mengatakan Kiai Umar dirawat di rumah sakit sekitar empat hari. hingga hari keempat, Sabtu (11/8) malam kemarin meninggal dunia. “Ada radang tenggorokan sehingga sulit bernafas dan berkomunikasi, mungkin itu masih kambuh efek waktu dianiaya beberapa waktu silam,” ujarnya.
Menurutnya, efek dari penganiayaan tersebut yang mengenai wajah almarhum saat itu masih terasa. Dimana, bagian hidung yang terkena pukulan terdapat retakan dan rahang yang juga mengalami benturan keras saat itu.
“Sebelumnya, beberapa waktu lalu almarhum sempat ikut persidangan dan shalat Jumat. Namun, dua minggu ke belakang gak melaksanakan shalat berjamaah tapi di rumah,” ungkapnya. Iwan mengatakan usai meninggal, jenazah langsung dibawa ke pondok pesantren untuk dimandikan kemudian dishalatkan dan ditunggui hingga pagi.