Kamis 23 Aug 2018 00:05 WIB

Idul Adha dan Teladan Nabi Ibrahim

Idul Adha memang merupakan momentum tepat meneladani kisah profetik kenabian.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andi Nur Aminah
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) periode 2018-2022, Fathul Wahid.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) periode 2018-2022, Fathul Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) turut menggelar Shalat Idul Adha 1439 Hijriah. Dalam kesempatan itu, Rektor UII yang bertugas sebagai khatib, Fathul Wahid, mengingatkan pentingnya sosok Nabi Ibrahim AS.

Dalam khutbahnya, Fathul mengatakan, Idul Adha memang merupakan momentum tepat meneladani kisah profetik kenabian. Utamanya, untuk melacak ulang kisah Nabi Ibrahim dan melakukan refleksi diri terhadap kisah tersebut.

Ia menerangkan, selain Nabi Muhammad SAW, hanya Nabi Ibrahim yang namanya selalu disebut dalam shalat. Bahkan, doa yang dibaca untuk Nabi Muhammad SAW ketika tasyahud selalu disetarakan dengan doa kepada Nabi Ibrahim.

"Nama Ibrahim disebut sebanyak 69 kali di 24 surat dalam Alquran, nama Ibrahim juga diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam Alquran, yaitu surat ke-14," kata Fathul, Rabu (22/8).

Bagi Fathul, sebutan bapak para nabi atau abulandbiya memang begitu lekat. Pasalnya, sebanyak 19 keturunan Nabi Ibrahim memang menjadi nabi, dan termasuk 25 nabi yang disebut dalam Alquran.

Fathul berpendapat, ada tiga keistimewaan yang dimiliki Nabi Ibrahim. Pertama nabi yang disayang Allah, kekasih Allah atau khalullah. Pemberian predikat ini terekam dalam ayat 125 Surat An-Nisa.

Kedua, Nabi Ibrahim merupakan manusia pilihan terbaik, al mustaga, yang ada dalam ayat 47 Surat Shaad. Ketiga, Nabi Ibrahim termasuk salah satu nabi yang dijuluki Ulul Azmi, karena keteguhan hati yang dimilikinya.

Pada kesempatan itu, Fathul turut menceritakan kisah Nabi Ibrahim dalam pensyariatan kurban. Selain erat dengan perintah ketakwaan, erat pula dengna hubungan yang baik antara orang tua dan anak yang patut dicontoh.

Menurut Fathul, dialog Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ketika diperintah Allah SWT untuk disembelih menggambarkan itu semua. Padahal, Nabi Ibrahim AS jelas diperintah Allah SWT. "Namun, tidak serta merta menyembelih Nabi Ismail. Nabi Ibrahim bahkan bertanya kepada Nabi Ismail tentang pendapatnya, hal ini sangat demokratis," ujar Fathul.

Untuk itu, ia mengimbau agar umat Islam dapat meneladani kisah tersebut. Fathul menegaskan, pelajaran dari nabi-nabi dan orang-orang saleh sebelum kita dapat dijadikan cermin. "Semuanya kita ikhtiarkan dalam rangka meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah," kata Fathul. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement