President Susilo Bambang Yudhoyono delivers his speech during a national celebration of Christmas in Jakarta on Friday eve, Dec. 27 2013.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membagi dua tipe calon presiden yang harus meningkatkan diri. Pertama, calon yang populer dengan elektabilitas tinggi namun kapabilitas rendah. Kedua, calon dengan kemampuan tinggi namun elektabilitas rendah dan belum tentu terpilih.
Kedua kategori calon tersebut, kata SBY, harus meningkatkan diri menjelang pemilihan maupun pelantikan. "Ini memang normatif, tapi harus dilakukan,’’ katanya saat makan malam bersama para pemimpin redaksi, Senin (10/3) malam.
Menurut SBY, kalau ada capres yang elektabilitasnya sampai 70 persen, maka calon tersebut harus mempersiapkan wawasan diri. Dia harus belajar konstitusi, manajemen, hubungan luar negeri, dan sebagainya. "Setelah terpilih, harus sudah siap, tidak ada masa transisi,’’ kata SBY.
Dengan menjadi presiden, kata SBY, kemampuan itu tak bisa didelegasikan. Seorang kepala negara, selain menjadi pengambil keputusan, juga merupakan juru bicara bangsa, diplomat. Ia harus mampu tampil dalam percaturan global, berhadapan dengan situasi yang kompleks. "Negara bukan sekadar perusahaan.’’
Untuk capres yang sudah memiliki kemampuan tapi elektabilitasnya rendah, kata SBY, tak ada pilihan selain berikhtiar. Masih ada waktu yang memungkinkan tingkat keterpilihan mereka naik. SBY mengingatkan dalam pemilihan gubernur DKI dan Jawa Timur pun, peta suara bisa berubah dalam waktu tiga bulan.