REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, hingga saat ini pemungutan suara ulang (PSU) di 19 tempat pemungutan suara (TPS) di Kabupaten Sampang, Jawa Timur sulit digelar.
Pasalnya, tidak ada yang bersedia menjadi petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di TPS tersebut.
Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, sesuai rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), pencoblosan ulang harusnya digelar pada Sabtu (19/4) kemarin. Yakni di 17 TPS di Kecamatan Ketapang, dan 2 TPS di Kecamatan Robatal.
Hanya, PSU tidak bisa digelar karena semua KPPS yang semulanya bertugas pada 9 April 2014 mengundurkan diri.
"KPPS-nya mengundurkan diri dan kami sudah membuka pendaftaran untuk rekrutmen KPPS. Tapi belum ada yang bersedia untuk menggantikan KPPS lama," kata Arief di kantor KPU, Jakarta, Selasa (22/4).
Arief menjelaskan, pemungutan ulang harus digelar di 19 TPS tersebut karena pada 9 April lalu pemungutan suara tidak berjalan sesuai dengan ketentuan.
Beberapa TPS di wilayah pesisir utara Kecamatan Ketapang baru dibuka pada pukul 10.00 WIB, padahal sesuai aturan KPU TPS dibuka sejak pukul 07.00 pagi. Alasannya, karena masyarakat maupun petugas KPPS-nya sibuk bekerja sebagai nelayan.
Sementara, di Kecamatan Robatal, berdasarkan pemantauan Panwaslu, TPS tidak terbangun sebagaimana ketentuan KPU. Diduga 2 TPS tersebut merupakan TPS fiktif. Tidak dibangun, namun hasil pemungutannya dilaporkan kepada panitia pemungutan suara (PPS) di desa/kelurahan.
Setelah diklarifikasi, ternyata TPS sebenarnya didirikan. Hanya saja, diduga ada keganjilan dari hasil pemungutan yang dilaporkan. Partisipasi pemilih dilaporkan 100 persen. Semua surat suara juga dinyatakan sah 100 persen.
"Hasil hitung suaranya tertuju pada beberapa orang caleg saja. Menurut Panwaslu temuan-temuan itu (di 19 TPS) dihitung secara matematis tidak logis," jelas Arief.
Setelah rekomendasi PSU dikeluarkan, lanjut dia, pencoblosan ulang tidak bisa dilaksanakan sampai hari ini. Menurut Arief, penyebabnya tidak terlepas dari kultur masyarakat setempat serta situasi keamanan yang kurang stabil karena tekanan dari pihak-pihak tertentu.
"Kondisi di lapangan memang seperti itu (ada tekanan), ada yang merasa takut, ada yang tidak mau dan merasa, kultur masyarakat Sampang kalau PSU itu berarti terhina. Kenapa harus ada PSU, kan sudah ada pemungutan kemarin (9 April)," ungkap Arief.