Calon Presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo (kanan) dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kedua kiri) menghadiri pengukuhunan A.M. Hendropriyono sebagai profesor bidang intelijen di Jakarta, Rabu (7/5).
REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pernyataan politik Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, bahwa calon presiden (capres) PDIP, Joko Widodo (Jokowi) adalah 'Petugas Partai' telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat tentang capres 'Boneka'.
Ketua Himpunan Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana Ilmu Politik UI, Agung Suprio, SIP, MIP, menyatakan sebutan Megawati tentang Jokowi sebagai petugas partai menegaskan Megawati-lah presiden sesungguhnya.
"Apalagi Megawati menyatakan, sekalipun Jokowi berhasil menjadi Presiden Republik Indonesia (RI), Jokowi tetap menjadi petugas partai," tutur Agung saat dihubungi Republika, Senin pagi (19/5).
Menurut Ketua Dewan Pakar Solidaritas Peduli Indonesia itu, pernyataan Megawati menegaskan kendalinya atas Jokowi sekalipun Jokowi sudah menjadi Presiden. Sebenarnya itu sah-sah saja, karena jokowi merupakan anggota PDIP,
Namun, jelasnya, jika ditinjau dari ungkapan negarawan: "Loyalitas pada partai berakhir berganti dengan loyalitas pada negara ketika seorang menjadi Presiden", pernyataan Megawati ini sangat kontradiktif dengan tugas dan kewajiban seorang Presiden.
Di masa depan, ungkapnya, relasi antara Presiden dan Ketum PDIP dapat diproyeksikan: "Jokowi akan selalu minta restu kepada Megawati". Kemungkinan lainnya, akan terjadi konflik antara Jokowi dengan Megawati jika kepentingan keduanya berbeda.