REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Debat capres dan cawapres yang dilakukan pada Senin (9/6) mengundang kritik sejumlah pihak.
"Kemarin seperti cerdas-cermat. Ada khawatiran moderator berpihak, saya khawatir perdebatan saling potong, itu tabu tidak boleh terjadi di politik kita," kata Wasekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah, Kamis (12/6).
Dalam debat yang telah dilakukan beberapa waktu lalu, masyarakat sudah bisa menilai potensi yang dimiliki capres cawapres. Apalagi, menurut Fahri, tidak terlalu sulit melakukan penilai. Karena kenyataannya putaran pertama hanya disinggahi dua pasangan calon.
"Ini memberikan kesempatan pada kita untuk memberikan penilaian. Karena dulu sampai tiga atau empat pasangan, jadi susah menilainya," kata dia.
Fahri melanjutkan, debat tersebut seharusnya dapat menunjukkan visi dan misi yang jelas dari capres dan cawapres.
Moderator juga seharusnya menguji para calon pemimpin tersebut dengan cerita-cerita yang dimiliki oleh keduanya.
"Saya ingin mereka seperti adu jangkrik, bagaimana cara melawan, saling serang harus lebih kuat dalam debat. Publik memiliki hak dan wajib tahu apa yang menjadi problem sebagai kandidat," kata dia.
Fahri melanjutkan, ia melihat Jokowi belum siap dan layak untuk jadi pemimpin. Karena calon pemimpin harus memiliki pengalaman kepemimpinan.
Fahri menganalisis, Jokowi hanya dipaksa untuk menjadi presiden. "Isu belum mengarah ke sana. dan dia dipaksa untuk menjadi presiden, saya menganalisis itu," kata dia