REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan ini muncul dokumen yang disebut surat putusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait mantan panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Dalam dokumen tersebut disebutkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Prabowo yang berujung pada rekomendasi pemecatan dari dinas keprajuritan.
Salah satu pendiri Partai Hanura Elza Syarief mengatakan, DKP bukan pengadilan. DKP pun hanya sebatas memberikan rekomendasi.
"Kalau pun rekomendasi DKP yang beredar saat ini adalah benar, hal tersebut tidak dapat dijadikan referensi untuk menyatakan Prabowo bersalah telah melakukan tindak pidana penculikan. Karena DKP tersebut bukanlah pengadilan," kata Elza di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Senin (23/6).
DKP berisikan Jenderal Subagyo HS sebagai ketua, wakil ketua Jenderal Fachrul Razi, sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Kemudian ada Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar, dan Letjen Ari J Kumaat.
Munculnya dokumen ini belakangan menimbulkan polemik dengan munculnya pandangan Prabowo diberhentikan secara tidak hormat. Namun Elza menilai rekomendasi DKP itu tidak berlaku. "Rekomendasi tersebut telah gugur dengan adanya putusan pengadilan," kata advokat itu.
Elza merujuk pada putusan pengadilan Nomor PUT, 25-16/K-AD/MMT-II/IV/19. Dalam putusan itu, beberapa anggota Tim Mawar sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana merampas kemerdekaan aktivis.
Prajurit yang divonis adalah Komandan Tim Mawar Mayor Inf Bambang Kristiono, Kapten Inf FS Multhazar, Kapten Inf Nugroho Sulistyo Pondi, Kapten Inf Yulius Selvanus, Kapten Inf Untung Budi Harto.
Namun dalam persidangan, ia mengatakan, tidak ada yang menyebut tindakan itu atas perintah Prabowo. "Kegiatan Tim Mawar ini tidak diketahui dan tidak melibatkan atasan mereka di Kopassus," kata Elza.
Selain itu, Elza mengatakan, Prabowo juga saat itu sudah menjabat sebagai Panglima Kostrad, bukan lagi Danjen Kopassus. Karenanya, rekomendasi DKP sudah gugur dengan keluarnya Keppres Nomor 62/ABRI/1998 yang ditandatangani Presiden BJ Habibie.
Ia mengatakan, keppres itu berdasar pada rekomendasi Menhankam/Panglima ABRI saat itu Jenderal Wiranto. "(Keppres) itu mengenai pemberhentian dengan hormat kepada Prabowo," ujar dia.
Elza juga memaparkan bukti lain. Ia menyebut adanya surat Sekretariat Negara Republik Indonesia pada September 1999 kepada Komnas HAM. Isinya menyatakan Prabowo tidak terlibat dalam kerusuhan 1998.
Elza juga merujuk pada pernyataan Wiranto dalam pemberitaan pada 1999. "Keterangan Pak Wiranto pada 1999 secara jelas dan tegas menyatakan bahwa Prabowo tidak terlibat," kata Elza.