Tim Prabowo-Hatta Minta MK Tolak Bukti KPU dari Kotak Suara
Rabu , 06 Aug 2014, 18:01 WIB
Republika/Agung Supriyanto
Tim kuasa hukum Calon Presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendaftarkan gugatan sengketa pemilu presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tim Hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mempersoalkan langkah pembukaan kotak suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tim hukum menjadikan pembukaan kotak suara itu sebagai salah satu materi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu kuasa hukum Prabowo-Hatta Maqdir Ismail menyebut persoalan pembukaan kotak suara itu dalam persidangan pertama Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden di MK, Rabu (6/8).

Maqdir mengatakan, KPU sebagai termohon dalam persidangan, sudah mengeluarkan surat edaran Nomor 1446/KPU pada 25 Juli 2014 yang ditujukan pada Ketua KPU Provinsi/Ketua KPU Kabupaten/Kota. "Yang isinya memerintahkan pembukaan kotak suara TPS di seluruh Indonesia," kata dia.

Maqdir mengatakan, pembukaan kotak suara itu untuk mengambil formulir A5 atau surat pindah, C7 atau daftar hadir, dan C1 atau hasil penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ia mengatakan, perintah itu bermula dari surat edaran Nomor 1441/KPU tertanggal 18 Juli 2014 yang ditujukan pada Ketua KPU Provinsi Aceh tentang persiapan penyelesaian sengketa PHPU Presiden/Wakil Presiden.

Kemudian, Maqdir mengatakan, surat edaran itu ditindaklanjuti dengan adanya surat lain Nomor 1449/KPU pada 25 juli 2014 yang ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi. Tim Hukum Prabowo-Hatta mempertanyakan langkah tersebut.

"Hal ini jelas-jelas tidak sah dan sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan," kata dia.

Dengan landasan tersebut, Maqdir meminta MK untuk menyatakan tidak sah bukti dari KPU yang berasal dari pembukaan kotak suara. Karena, ia mengatakan, pembukaan kotak suara itu tidak berdasarkan pada perintah MK.

"Bukan pula atas nama hukum dan pada saat yang sama bukti tersebut diperoleh dengan melanggar peraturan perundang-undangan. Sehingga hanya dapat digunakan untuk pelanggaran peraturan perundang-undangan, tidak dapat digunakan untuk pembuktian perkara yang lain," ujar dia.

n

Redaktur : M Akbar
Reporter : Irfan Fitrat
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar