REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, tidak menerima alasan geografis sebagai kendala belum tersalurkannya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menurutnya alasan tersebut tidak tepat. Oleh karena itu Kementrian Pendidikan Nasional (Mendiknas) tetap memberikan sanksi kepada daerah-daerah yang belum juga menyalurkan dana BOS ke sekolah-sekolah. Sanksi tersebut berupa sanksi sosial, administratif dan finansial.
Sanksi sosial yang diberikan yaitu dengan menuliskan nama-nama daerah yang terlambat menyalurkan dana BOS. Sanksi administratif diberikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam program tersebut. Sedangkan sanksi finansial dijatuhkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Dalam Negeri, dan Kementrian Keuangan.
"Kalau alasannya karena geografis, itu bukan alasan namanya. Apa kantornya terpencil sendiri di tengah hutan? Kan tidak begitu. Kalaupun di hutan, masa tidak ada sekolah terdekat yang bisa disalurkan terlebih dahulu?," ujar Nuh seusai mengadakan rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono, Selasa siang (5/4).
Seharusnya daerah yang sudah menerima dana BOS harus segera menyalurakannya langsung setelah melakukan prosedur administrasi. Setidaknya bila memang lokasi tidak memungkinkan, sekolah terdekat dari kantor sudah bisa menerima begitu dana diberikan ke daerah.
Karena itulah, Kemendiknas tetap memberikan sanksi bagi daerah-daerah yang 'nakal' tersebut. Nuh sudah memberi batas waktu hingga 15 Maret lalu. Daerah manapun yang terlambat menyalurkan akan diberi sanksi yang telah ditetapkan. Akan tetapi mengenai mekanisme sanksi finansial yang akan diberikan masih dihitung.
"Mekanisme sanksi finansial untuk daerah-daerah tersebut masih kita hitung. Perbedaan waktu mempengaruhi besarnya sanksi yang harus mereka bayarkan. Jadi tidak sama rata semuanya," ujar Nuh lagi.
Tiga Peraturan Menteri seharusnya tidak membingungkan daerah dalam penyaluran dana tersebut karena semuanya tidak kontradiktif. Ketiganya justru saling memperkuat dan bersinergi. Jadi Pemerintah Daerah (Pemda) boleh memilih peraturan mana saja yang mau dipakai.
Mengenai kekhawatiran akan sanksi oleh Pemda, Nuh berpendapat hal itu berlebihan. Bila Pemda ingin ada keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hal tersebut dinilai tidak adil karena masalahnya hal tersebut merupakan masalah rumah tangga sendiri.
Beberapa daerah mengeluhkan sanksi yang diberikan oleh Kemendiknas karena beberapa alasan. Yang pertama dikarenakan oleh kondisi geografis yang tidak memungkinkan penyaluran secara cepat. Selain itu, Surat Edaran Bersama (SEB) juga dinilai tidak memiliki kekuatan hukum sehingga Pemda juga sedikit berhati-hati dalam penyaluran dana.
Sementara itu untuk sanksi keterlambatan penyaluran dana BOS di Madrasah, Direktur Jendral Pendidikan Agama Islam Kementian Agama Republik Indonesia, Muhammad Ali, mengatakan belum ada bentuk mekanisme sanksi. Masalahnya, penyaluran BOS masih ditangani oleh Propinsi dan belum diserahkan ke daerah.
"Kalau sudah diurus oleh daerah, mungkin prosedurnya akan sama saja seperti di Mendiknas. Sanksi yang diberlakukan pun tidak jauh berbeda," tutur Ali.
Ia berharap tahun 2012 penyaluran dana BOS dapat diberlakukan seperti di Mendiknas, yaitu melalui daerah. "Pada prinsipnya, dana BOS itu sama saja tujuan dan fungsinya. Hanya mekanismenya saja yang berbeda," ungkapnya.