REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Dalam penyelenggaran Ujian Nasional (UN), siswa berkebutuhan khusus tidak semua dapat mengerjakan soal yang diberikan pemerintah pusat. Karena itu, sekolah inklusif membuat dua jenis soal UN yang disesuaikan dengan standar kemampuan para siswa berkebutuhan khusus.
Salah satu sekolah inklusif yang membuat dua jenis soal UN itu adalah SMA Inklusif Galuh Handayani Surabaya. Jenis soal UN tersebut terdiri dari soal kategori khusus dan kategori program pendidikan individu (PPI). Kedua jenis soal tersebut digunakan untuk internal sekolah.
Menurut pendiri SMA Inklusif Galuh Handayani, Sri Sedyaningrum, soal tersebut memiliki standar bobot yang berbeda dengan bobot soal UN dari pemerintah pusat. Dua jenis soal yang dibuat oleh pihak sekolah itu pun berbeda. "Bobot soal disesuaikan dengan kapasitas intelektual para siswa. Tapi untuk aturan dan tata tertib semuanya sama dengan UN dari pemerintah pusat," ujarnya, Senin (18/4).
Siswa berkebutuhan khusus di SMA tersebut yang mengikuti UN 2011 ini sebanyak 15 orang. Namun, mereka tidak mengerjakan soal UN di sekolah yang sama. Sebanyak sepuluh siswa mengerjakan soal UN di SMAN 16 Surabaya. Sisanya mengerjakan soal UN di SMA Galuh Handayani.
Ningrum mengatakan 15 siswa tersebut memiliki kemampuan intelektual berbeda-beda. Sepuluh anak di SMAN 16 Surabaya dinilai memiliki kemampuan untuk mengerjakan soal UN dari pemerintah pusat. "Untuk lima siswa yang lain, kita khususkan karena melihat kondisi intelektual mereka. Dari lima siswa itu, ada satu yang mengerjakan soal PPI, sisanya soal kategori khusus," terangnya.
Dalam mengerjakan soal tersebut, setiap siswa tersebut tidak didampingi pendamping. Layaknya UN biasa, ada pengawas ujian di kelas. "Semua aturan kita pakai standar UN biasa, agar mereka juga merasakan bagaimana UN sebenarnya," ungkapnya.
Siswa dari kelas inklusif tersebut tidak akan menerima ijazah layaknya peserta UN biasa. Ningrum mengatakan peserta UN yang mengerjakan soal kategori khusus dapat ikut ujian kesetaraan untuk mendapatkan ijazah. "Tapi untuk peserta yang mengerjakan PPI tidak bisa ikut karena sesuai kemampuan belum mencukupi. Karena itu, soal PPI lebih ditekankan pada pengembangan kepribadian," terangnya.
Sementara itu, Ketua Komite SMA Galuh Handayani, Muchsinin mengatakan kelima siswa tersebut tidak dapat dipaksakan mengerjakan UN. Hal itu juga telah disetujui oleh para orangtua siswa. "Kemampuan siswa berbeda-beda, kita tidak dapat paksakan harus bisa ikut UN," ujarnya.
SMA Galuh Handayani telah tiga tahun menyelenggarakan UN dengan soal sendiri. Meski sudah disesuaikan dengan kemampuan siswa, Muchsinin mengatakan masih ada siswa yang tidak mau mengikuti UN. “Tahun lalu ada yang mogok mengerjakan soal UN. Kita tidak dapat memaksa mereka," katanya menegaskan.