Rabu 12 Jun 2013 12:55 WIB

UI Kukuhkan Profesor Perempuan Pertama Bidang Ilmu Perpajakan

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
Universitas Indonesia
Foto: Republika/Aditya
Universitas Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Universitas Indonesia (UI) kembali menyelenggarakan prosesi pengukuhan Guru Besarnya. Kali ini, UI mengukuhkan Haula Rosdiana sebagai Guru Besar bidang Ilmu Kebijakan Pajak dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Rabu (12/6), di Balai Sidang UI, Kampus UI, Depok.

Pengukuhan Haula ini pun sekaligus sebagai dikukuhkannya Guru Besar Perempuan pertama bidang perpajakan di Indonesia.

Dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar UI, Haula membawakan pidato berjudul 'Spektrum Teori Perpajakan untuk Pembangunan Sistem Perpajakan di Indonesia Menuju Persaingan Pajak Global.'

Haula mengatakan, teori perpajakan bukanlah sekadar filosofi. "Melainkan harus menjadi pondasi untuk membangun sistem perpajakan secara komprehensif, holistik, dan imparsial," tuturnya, Rabu (12/6).

Menurut dia, pemahaman yang kurang tepat, ditambah pengabaian konsep dan teori perpajakan dalam mendesain sistem perpajakan, dapat menyebabkan berbagai permasalahan.

Permasalahan tersebut, baik dari sisi masyarakat sebagai pembayar pajak, maupun dari sisi pemerintah. "Serta negara secara keseluruhan, termasuk rakyat yang berada di dalamnya," katanya.

Haula menjelaskan, perpajakan Indonesia merupakan fenomena yang menarik. Otoritas perpajakan selalu dituntut untuk meningkatkan rasio pajak yang sejalan dengan kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun pada saat yang bersamaan, ucapnya, pemerintah tak berdaya terhadap tuntutan investor yang menginginkan diberikannya fasilitas perpajakan untuk kurun waktu tertentu.

Di sisi lain, pemahaman atas beban pungutan negara yang imparsial menyebabkan rakyat harus menanggung beban lebih dari sekadar pajak. "Kondisi ini dapat menghambat produktivitas nasional yang berujung pada pelemahan daya saing nasional," ujar Haula.

Perempuan yang lahir di Bogor ini kemudian mengatakan, meskipun besaran tarif Pajak Penghasilan (PPh) Indonesia dengan negara-negara lainnya sering menunjukkan tarif kurang kompetitif, namun menurunkan tarifnya tak akan pernah efektif untuk meningkatkan daya saing nasional.

"Tidak akan efektif meningkatkan daya saing nasional, jika tidak melakukan reformasi sistem pungutan negara," ujarnya.

Bahkan usulan dalam MP3EI untuk mengganti sistem worldwide income menjadi sistem teritorial, akan membahayakan ketahanan penerimaan negara.

Oleh karena itu, Haula menyarankan, agar pemerintah perlu segera melakukan amandemen Undang-undang (UU) perpajakan dan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ada saat ini.

"Sebab, banyak mengandung kelemahan. Sehingga menimbulkan cost of state levies yang tinggi dan berpotensi mendistorsi daya saing nasional," ucapnya.

Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka tentu berpotensi merugikan negara dan masyarakat. "Pemerintah dan DPR harus memikirkan secara serius tentang aspek kelembagaan perpajakan. Sebab, kapasitas kelembagaan saat ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi," ujar wanita berkerudung itu, yang telah resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap UI ke-15 di tahun akademik 2013 ini.

Adapun hingga saat ini, UI telah memiliki Guru Besar Tetapnya yang berjumlah sebanyak 262 orang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement