REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Universitas Indonesia mengukuhkan Prof Dr Haula Rosdiana sebagai guru besar bidang Ilmu Kebijakan Pajak dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Pengukuhan guru besar perempuan pertama bidang perpajakan di Indonesia itu dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Besar UI Prof Dr dr Biran Affandi, SpOG (K) di Balai Sidang UI Depok, Rabu.
Dalam pidato ilmiah di kampus UI Depok Haula menyampaikan gagasannya akan rekonstruksi teori "supply side tax policy" dan "cost of taxation" --khususnya "compliance costs", "administrative costs" dan "policy costs"-- serta konstruksi "cost of state levies".
Menurut dia teori perpajakan bukanlah sekedar filosofi melainkan harus menjadi pondasi untuk membangun sistem perpajakan secara komprehensif, holistik, dan imparsial.
"Pemahaman yang kurang tepat, apalagi pengabaian konsep dan teori perpajakan dalam merancang sistem perpajakan, dapat menyebabkan berbagai permasalahan," katanya.
Permasalahan tersebut lanjutnya baik dari sisi masyarakat sebagai pembayar pajak, maupun dari sisi pemerintah, serta negara secara keseluruhan, termasuk rakyat yang berada di dalamnya.
Dikatakannya perpajakan Indonesia merupakan fenomena yang menarik. Otoritas perpajakan selalu dituntut untuk meningkatkan rasio pajak yang sejalan dengan kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun pada saat yang bersamaan, pemerintah tidak berdaya terhadap tuntutan kelompok kepentingan (investor) yang menghendaki diberikannya fasilitas perpajakan untuk kurun waktu tertentu.
"Di sisi lain pemahaman atas beban pungutan negara yang imparsial menyebabkan rakyat harus menanggung beban lebih dari sekedar pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah yang dibayar ke kas negara," katanya.
Menurut dia kondisi ini dapat menghambat produktivitas nasional yang berujung pada pelemahan daya saing nasional. Karena itu, meskipun benchmark besaran tarif Pajak Penghasilan (PPh) dengan negara-negara lainnya seringkali menunjukkan tarif PPh Indonesia kurang kompetitif, namun menurunkan tarif PPh tidak akan pernah efektif untuk meningkatkan daya saing nasional jika tidak dilakukan reformasi sistem pungutan negara.
Bahkan kata dia usulan dalam MP3EI untuk mengganti sistem "worldwide income" menjadi sistem territorial akan membahayakan ketahanan penerimaan negara.
Simplifikasi yang menjadi keunggulan sistem terriorial bukan berarti sistem ini lebih unggul karena keadilan dalam pemungutan pajak yang merupakan amanat UUD NKRI justru akan terabaikan.