REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Budayawan Jawa Barat juga penulis Dedi Mulyadi menyatakan, mahasiswa sebagai kaum intelektual harus memiliki kemampuan menulis dari setiap gagasan pemikirannya untuk dituangkan menjadi karya tulis.
"Menulis itu penggalian kebudayaan, menghidupkan bahasa, makanya harus menulis, labrak aturan yang membatasi jangan takut untuk menulis," kata Dedi usai menjadi pemateri seminar menulis dalam rangka memperingati Bulan Bahasa dan Deklarasi Komunitas "Kata Kita" di kampus Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (31/10).
Ia mengatakan, kendala mahasiswa sebagai pemula untuk menulis yaitu adanya aturan yang kaku sehingga berdampak telah membatasi cara berpikirnya.
Menulis, lanjut dia, memang terdapat aturan standarisasi bersifat akademis yang tanpa disadari telah membuat orang saat menulis tidak ekspresif.
"Seharusnya aturan tidak baku harus dibedakan, aturan penilaian akademis harus diubah substantifnya, maka menulislah dulu," kata Bupati Purwakarta itu.
Ia mencontohkan, aturan yang membingungkan seperti membatasi jumlah karakter penulisan, bagi yang sudah pintar menulis terkadang dianggap ada pembatasan pemikiran.
Sedangkan bagi penulis pemula, kata Dedi, jumlah karakter yang ditentukan itu seolah-olah saat menulisnya berpikir untuk mencapai karakter yang ditetapkan itu.
"Karakter terlalu banyak seolah dibatasi, yang baru menulis berusaha menanjak untuk mencapai jumlah karakter itu, menulis ini dibatasi oleh sebuah aturan," katanya.
Seminar yang diselenggarakan mahasiswa Sastra dan Pendidikan Indonesia STKIP Garut dan Komunitas "Kata Kita" itu dihadiri peserta berjumlah 184 orang dari kalangan mahasiswa, guru dan pelajar di Garut.
Ketua Komunitas "Kata Kita" Fujia mengatakan, kegiatan itu dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa untuk mendorong kaum muda khususnya mahasiswa dan pelajar memiliki semangat menulis.
"Tujuan kegiatan ini menginginkan hari ini untuk membangkitkan kembali, membaca, menulis dan diskusi sebagai salah satu ciri masyarakat intelektual," katanya.
Ia menjelaskan, salah satu masyarakat intelektual yaitu mempunyai kemampuan menulis, gagasan cemerlang yang dimiliki masyarakat intelektual itu harus dapat tertulis agar tidak hilang ditelan zaman. "Ada pepatah sepandai apapun orang tapi tidak ditulis dalam karya maka akan hilang," kata Fujia.