Kamis 08 Jun 2017 19:05 WIB

Kemristekdikti Siapkan Formula Cegah Gerakan Radikal

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ratna Puspita
Menristekdikti Mohammad Nasir (dua kanan) didampingi Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Samsul Rizal (kanan) meninggalkan Masjid Jami' seusai mendeklarasi Gerakan Kampus Nusantara Mengaji dan Khataman Alquran serentak Perguruan Tinggi se-Indonesia di Darussalam, Banda Aceh, Aceh, Ahad, 14 Mei 2017.
Foto: antara/irwansyah putra
Menristekdikti Mohammad Nasir (dua kanan) didampingi Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Samsul Rizal (kanan) meninggalkan Masjid Jami' seusai mendeklarasi Gerakan Kampus Nusantara Mengaji dan Khataman Alquran serentak Perguruan Tinggi se-Indonesia di Darussalam, Banda Aceh, Aceh, Ahad, 14 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, TARAKAN -- Kementerian Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) telah mempersiapkan formula untuk mencegah berkembangnya gerakan-gerakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, paham radikal, dan intoleransi di kampus. 

"Formula ini akan diterapkan melalui program General Education," kata Menristekdikti Mohamad Nasir di Tarakan, Kamis (8/6).

Nasir menjelaskan program di bawah Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) ini berusaha menanamkan wawasan kebangsaan, bela negara, cinta tanah air, serta pluralisme kepada civitas akademika di lingkungan kampus.

Kemristekdikti juga menggandeng perguruang tinggi, baik negeri maupun swasta, untuk menandatangani deklarasi antiradikalisme. Kamis hari ini Nasir rektor PTN/PTS di Kalimantan menandatangani deklarasi antiradikalisme bertajuk "Dari Kalimantan untuk Indonesia" di Universitas Borneo Tarakan. 

Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen perguruan tinggi di Kalimantan terhadap upaya pencegahan radikalisme, terorisme, dan penyalahgunaan narkoba di perguruan tinggi. Sebelumnya, deklarasi serupa dilakukan di universitas-universitas di Sumatra. 

Pada kesempatan itu, Nasir juga berpesan kepada para mahasiswa untuk mencermati perkembangan teknologi. Nasir menyatakan mahasiswa sebaiknya menggunakan teknologi informasi dengan bijak agar tidak menjadi bumerang. Nasir menuturkan teknologi informasi harus digunakan untuk memyebarluaskan hal-hal yang memajukan negara. Perkembangan teknologi informasi, yang di antaranya terwujud melalui media sosial, tidak digunakan untuk saling menjelekkan orang lain. 

Apalagi, dia menambahkan, menyebarkan informasi yang sifatnya menghasut, ujaran kebencian kepada sesama, dan tidak memiliki nilai tambah. "Gunakan teknologi informasi dengan baik," kata Nasir. 

Nasir mengimbau hal ini mengingat banyaknya kasus tindak pidana atau ujaran kebencian yang berawal dari status pengguna di akun media sosial.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement