REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengatakan izin program studi (prodi) kedokteran hanya diberikan untuk daerah tertentu yang belum memiliki fakultas kedokteran. "Program studi kedokteran akan diberikan kepada daerah-daerah yang sampai sekarang belum ada prodi kedokteran seperti Banten dan Gorontalo," ujar Direktur Jenderal Kelembagaan Kemristekdikti, Patdono Suwignjo, di Jakarta, Selasa (5/9).
Dia memberi contoh, Banten yang berada tak jauh dari Jakarta, namun kondisi kesehatan di daerah tersebut sangat genting. Kemudian, untuk memenuhi izin penyelenggaraan program studi yakni dosennya minimal 26 orang dan juga memiliki rumah sakit pendidikan atau bekerja sama. "Jika syarat-syarat tersebut dilengkapi maka akan diberi izin," kata dia.
Pembukaan prodi baru tersebut, dia melanjutkan, dimulai sejak awal September dan akan ditutup pada 17 September.
Kemenristekdikti menyatakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan prodi kedokteran, lanjut dia, harus menerima 20 persen mahasiswa dari daerah zona merah atau daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). "Setelah lulus, harus kembali ke daerahnya karena salah satu tujuannya untuk mengisi daerah yang kekurangan dokter."
Kemenristekdikti mencabut moratorium izin program studi (prodi) kedokteran yang sebelumnya diberlakukan. Pencabutan moratorium prodi kedokteran ini dikarenakan sudah ada perbaikan yang sebelumnya mempunyai akreditasi C, sekarang sudah naik menjadi B.
Moratorium dilakukan sejak Juni 2016, kemudian Kemristekdikti melakukan pendampingan terhadap prodi yang nilai akreditasinya kurang. Jumlah prodi kedokteran yang naik dari C ke B, sebanyak delapan perguruan tinggi.