REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir menegaskan akan memperketat proses seleksi ilmuwan diaspora dalam program Visiting World Class Professor (VWCP). Dia menegaskan, kasus manipulasi dan jenjang akademik yang dilakukan Dwi Hartanto jangan sampai terulang.
"Pokoknya jangan muncul lagi kasus seperti Dwi Hartanto itu. Bikin malu kan," ujar Nasir pada acara bedah kinerja 2017 dan fokus kinerja 2018 di Gedung Kemenristekdikti, Jakarta, Kamis (4/1).
Dia menyebutkan, ilmuwan yang bisa bergabung wajib bergelar professor dan memiliki paten yang tercatat dalam lembaga yang memiliki reputasi baik. Selain itu, ilmuwan tersebut juga harus masih aktif menulis karya tulis ilmiah dan jurnal internasional.
"Jadi nanti gak bisa yang daftar bilang asisten profesor atau apa, harus jelas gelar akademik, prestasi dan lainnya," kata Nasir.
Nasir mengatakan, Kemenristekdikti juga akan memberikan fasilitas dan pelayanan yang lebih optimal untuk para ilmuwan tersebut. Misalnya, kata Nasir, akan ada peningkatan dana bagi para ilmuwan tersebut selama di Indonesia.
Selain itu, Kemenristekdikti juga akan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk mengizinkan para ilmuwan Indonesia yang telah menjadi warga negara asing (WNA), tidak terikat dengan batas kunjungan selama di Indonesia. Sebab, keberadaan para ilmuwan dalam VWCP tentunya akan memberikan manfaat besar bagi pendidikan di Indonesia.
"Jadi misal kalau ilmuwan yang WNA itu batas kunjungan di Indonesia hanya satu sampai tiga bulan. Nah ini akan kami coba tiadakan," kata Nasir.