REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menristekdikti Mohammad Nasir mengatakan, larangan cadar terhadap mahasiswi oleh perguruan tinggi tertentu seperti yang dilakukan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) bukan menjadi wewenang Kemenristekdikti. Semua peraturan itu diserakan kembali kepada masing-masing perguruan tinggi.
Nasir mengatakan yang menjadi tanggung jawa dari pihaknya adalah mengatur agar setiap mahasiswa-mahasiswi mendapatkan hak perlindungan dan ilmu. Sehingga, seharusnya penggunaan cadar bagi para perempuan tidak masalah asalkan tidak menimbulkan paham radikalisme.
"Yang tidak boleh adalah yang menimbulkan radikalisme, ini yang kami larang. Kita tidak boleh diskriminasi terhadap semua yang ada, semua warga negara Indonesia yang sedang studi lanjut di perguruan tinggi. Apakah dia pakai cadar, kopiah, apa pun lah. Yang kami larang adalah mahasiswa yang berkumpul, di situ timbul yang namanya radikalisme, ini yang kami larang," ujarnya di Istana Negara, Senin (5/3).
Nasir menuturkan, Kemenristekdikti tidak memiliki peraturan tertentu mengenai pakaian apa yang harus digunakan mahasiswa dan mahasiswi. Perilaku mahasiswa menjadi tanggung jawab dari perguruan tinggi masing-masing, termasuk dalam hal berpakain secara rapi. Kemenristekdikti hanya akan memanggil rektor ketika ada mahasiswa mereka yang melakukan aksi radikalisme.
Namun, Nasir kembali menegaskan bahwa seharusnya di lingkungan mana pun tidak bolah ada yang namanya diskriminasi terhadap siapa pun, dalam hal apa pun termasuk tata cara berpakaian seperti cadar. "Kalau kami tidak boleh diskriminasi, itu yang penting ya. Semua orang, apakah itu menyangkut agama, menyangkut suku, menyangkut siapa pun, gender, itu nggak boleh. Semua harus sama perlakuannya, nggak boleh diskriminatif, titik," ujar Nasir.