Rabu 05 Sep 2018 16:20 WIB

Dialog Kebangsaan UII Berlangsung Menarik

Indonesia Beradab memang merupakan tujuan Indonesia ke depan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Dialog Kebangsaan Universitas Islam indonesia (UII) di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir, Rabu (5/9).
Foto: Wahyu Suryana.
Dialog Kebangsaan Universitas Islam indonesia (UII) di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sesuai prediksi, Dialog Kebangsaan Indonesia Merdeka Indonesia Beradab yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, berlangsung seru. Bahkan, jumlah penonton yang awalnya cuma 700 melonjak menjadi 1.000 orang.

Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan UII di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir berlangsung menarik. Dipandu Direktur CNN Indonesia, Alfito Deannova, dialog kerap memancing decak kagum dan tepuk tangan meriah penonton.

Rektor UII, Fathul Wahid menuturkan, Indonesia Beradab memang merupakan tujuan Indonesia ke depan, setelah merdeka 73 tahun lalu. Yaitu, beradab yang jauh dari korupsi, ketimpangan sosial, dan polarisasi.

"Kita ingin ke depan Indonesia bisa teguh dengan nilai-nilai luhur, kebersamaan, saling menghargai dan kita harap dalam dialog kebangsaan nilai-nilai itu muncul," kata Fathul, Rabu (5/9).

Ia menilai, saat ini seringkali agama dan kebangsaan dibenturkan. Padahal, justru itu yang tidak diinginkan, mengingat agama dan kebangsaan itu memang seharusnya menyatu.

Fathul menekankan, ketika Bung Tomo meneriakkan Allahu Akbar di Surabaya, itu satu helaan nafas dengan teriakan merdeka. Selain itu, dari perumusan Piagam Jakarta, ada nafas keagamaan dan kebangsaan yang jelas menyatu.

Untuk itu, ia merasa, ketika ada yang membenturkan nilai keagamaan dan nilai kebangsaan, harus segera diluruskan. Sebab, keberagamaan dan kebangsaan sudah seharusnya dan memang seharusnya tidak berbenturan.

"Karena keberagamaan dan kebangsaan harusnya dalam satu tarikan nafas," ujar Fathul.

Dialog Kebangsaan dibuka sambutan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam sambutannya, ia menekankan kalau merdeka dan beradab merupakan dua kosa kata yang saling beriringan dan menguatkan.

Ia menilai, merdeka tanpa adab berarti setiap orang bisa berbuat sesuka hati di luar koridor hukum. Sedangkan, beradab tanpa kemerdekaan, layakya burung peliharaan yang terkurung di dalam sangkar emas.

"Merdeka yang beradab menunjukkan jati diri bangsa yang taat hukum dan patuh pada etika sosial," kata Sultan.

Sultan banyak membicarakan hubungan hukum dan moral, aturan-aturan moral Pancasila, sampai Kemerdekaan Geest yang disebut Bung Karno. Kondisi greget-sahut, dan energi bernama kebhinekaan turut dipaparkan Sultan.

Sultan menilai, Pancasila sebagai ideologi terbuka memungkinkan keserasian makna merdeka dan nilai keadaban. Artinya, harus terus disegarkan dalam menjawab tantangan masa depan.

Dengan landasan Pancasila, pendidikan ilmu hukum memperoleh landasan spiritual moral dan etik. Itu bersumber dari kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa yang berkebudayaan, sebagaimana pidato Lahirnja Pantja Sila milik Bung Karno.

"Hal ini memungkinkan nilai-nilai religi dapat menjadi penggerak kemajuan bangsa yang berkeadaban menuju tataran thoyyibatun wa rabbun ghaffur," ujar Sultan.

Mengakhiri sambutannya, Sultan mengingatkan jika di tengah suburnya tebaran virus dan merasuknya infeksi di Indonesia, kaum intelektual hendaknya merasa terpanggil. Utamanya, untuk menyirami Indonesia dengan air sejuk pegunungan.

Air itu, lanjut Sultan, membawa kandungan-kandungan mineral harapan, yang mengingatkan kalau masih ada obat, masih ada jalan ke luar dan masih akan ada Indonesia di masa mendatang.

"Bukankah, merdeka tanpa adab bagaikan agama tanpa Tuhan," tutup Sultan, yang disambut tepuk tangan hadirin yang hadir.

Setelah itu, sesi pertama dialog dimulai dengan diisi dua pembicara kondang. Satu merupakan Hakim Agung periode 2000-2018, Artidjo Alkostar, yang kini jadi Ketua Muda Kamar Pidana Mahkamah Agung Indonesia.

Satu lagi, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2008-2013, Mahfud MD, yang kini jadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Paparan kedua tokoh itu banyak mendapat sambutan meriah.

Keduanya banyak ditanyakan pandangan terkait kondisi hukum di Indonesia yang ada belakangan. Termasuk, tentang kasus-kasus terkini yang banyak memicu pro dan kontra masyarakat.

Dialog sesi pertama sendiri mengusung tema Penegakan Hukum Kunci Merangkai Kebhinekaan. Sedangkan, sesi kedua mengusung tema Nilai Religi Sebagai Penggerak Kemajuan Bangsa.

Tidak kalah seru dari sesi pertama, dialog kedua yang digelar setelah Dzuhur itu diisi cendekiawan Muslim Azyumardi Azra, dan budayawan sekaligus penyair  Zawawi Imron.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement