REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus mendorong langkah- langkah strategis bagi pendidikan tinggi (PT) untuk menghadapi tantangan era era disrupsi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah meluncurkan regulasi tentang pembukaan program studi (prodi) yang memiliki fleksibilitas dengan kebutuhan serta mampu mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi.
Hal ini terungkap dalam Rakernas Kemenristekdikti yang dilaksanakan di gedung Prof Soedarto, kampus Universitas Diponegoro (Unndip), Tembalang, Kota Semarang, Jawa tengah, Kamis (3/1). Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), M Nasir mengatakan, Rakernas ini sangat strategis dengan adanya perkembangan disrupsi, di mana masalah fleksibilitas menjadi sangat penting. Selama ini yang berjalan fleksibilitasnya sangat rendah sekali. Maka perlu ada regulasi yang nanti akan diluncurkan Kemenristekdikti, yakni tentang pembukaan prodi.
Kedua dalam perkuliahan ke depan, PT harus menuju e-learning dan ini sedang digarap terus. Yang politeknik atau pendidikan vokasi nanti akan terjadi sistem multi entry dan multi exit (terbuka). Berikutnya bagaimana PT bisa mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi. Jika ini bisa dilakukan, dosen pun (yang pendidokan vokasi) bisa bekerjasama dengan praktisi yang paham dan membidangi dan selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian serius.
“Ini yang harus kita lakukan, nanti Dirjen Sumber Daya manusis harus menata ulang hal ini,” jelas menristekdikti.
Yang berikutnya, lanjut Nasir, adalah proses perizinan. Perizinan adalah fleksibilitas yang harus ditata ulang supaya lebih simpel dan sederhana tetapi mutunya harus tetap dijaga. Targetnya ini tahun 2019 ini regulasi baru tersebut harus berjalan.
Di lain pihak ia juga menegaskan pentingnya prodi inovatif. Sebagai contoh, saat ini bangsa Indonesia telah memasuki era disrupsi, yang ditandai dengan banyaknya start up yang berkembang.
Maka prodi-prodi artificial inteligent, masalah yang terkait dengan big data atau logistic management sangat dibutuhkan. Sebab jika sudah berbicara tentang e-commerce urusan logistik pasti menjadi masalah. “Sehingga masalah supply change management-nya’ harus kita jaga,” lanjutnya.
Sehingga sekarang kalau tidak ada dalam nomenklatur maka tidak bisa buka prodi. Sekarang tidak ada jalan lain selain membuka prodi yang sesuai kondisi riil, yang penting ada demand-nya, industri yang akan menggunakan ada, karena ini yang menjadi sangat penting.
Ia mencontohkan ada prodi yang akan buka jurusan kopi di Sulawesi Selatan atau yang sudah ada di Aceh. “Mungkin untuk daerah lain harus kita lakukan membuka prodi yang sesuai dengan potensinya,” tambahnya.