REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Yudian Wahyudi menilai, perlu ada pembenahan untuk memajukan dunia Islam. Ia menilai, perguruan tinggi memiliki peran besar melakukan pembenahan-pembenahan tersebut.
Ia mengatakan, ada beberapa kondisi penting yang harus disikapi hari ini. Baik untuk umat Islam di Indonesia, maupun umat Islam yang ada di Asia Tenggara.
"Pertama, bagi dunia Islam, Revolusi Industri 4.0 menuntut adaptasi yang sangat serius, berkelanjutan, dan akurat, agar eksistensi Islam tidak tergilas," kata Yudian, di Hotel Saphir Yogyakarta, Rabu (26/6).
Hal itu disampaikan saat membuka Annual International Converence On Social Sciences And Humanities Fakultas Isoshum UIN Sunan Kalijaga. Ia merasa, kebutuhan itu sudah ditandai pesatnya digital sciences.
Yudian menuturkan, forum keilmuan sosial dan humaniora harus mampu melakukan langkah-langkah adaptasi. Mulai dari sisi religius, sosial, dan humaniora untuk sikapi perubahan yang sangat cepat.
Ia berharap, era 4.0 dapat menjadi jembatan mengantarkan keberhasilan dunia Islam. Baik pada level fakultas, universitas, sampai pada tingkat kebangsaan yakni Indonesia.
Menurut Yudian, bangsa Indonesia, masyarakat Asia Tenggara, merupakan bangsa yang terlama digilas anak-anak revolusi industri. Utamanya, umat Islam walaupun sebagai mayoritas.
"Itu karena umat Islam sibuk berkutat belajar Quran dan hadis secara tekstual dan dogmatis, dan membuang eksperimental sciences seperti kimia, fisika, teknik, ilmu kedokteran, dan seterusnya," ujar dia.
Ia menyayangkan, masih banyak umat Islam yang pintar agama, tapi dalam bahasa ekonomi tidak memiliki keahlian cara produksi. Jadi, hidupnya mengawang-awang dan tidak menentu arah.
Hari ini, Yudian merasa, kita mulai menyadari sejarah menyedihkan umat Islam seperti ketertinggalan tidak terulang kembali. Bagi Yudian, era 4.0, jika bisa disikapi Indonesia bisa melompat ke tinggi.
"Prinsipnya, ilmu itu siapa yang mau belajar. Kalau dulu akses serba terbatas, tapi dengan 4.0 siapapun bisa menguasai pasar kalau mau belajar," kata Yudian.
Untuk itu, ia merasa, umat Islam di Indonesia dan Asia Tenggara harus mengubah pola pikir keberagaman. Caranya, revormulasi keagamaan, identitas, dan sosal politik kebangsaan.
Yudian menilai, jika itu bisa dilakukan tidak mustahil umat Islam di Indonesia bisa menjadi pelopor kemajuan peradaban. Setidaknya, di Asia Tenggara atau kalau bisa sampai ke tingkat internasional.
"Islam yang meraih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tetap mempertahankan nilai-nilai agama yang rahmat," ujarnya.