REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Lima mahasiswa Universitas Indonesia (UI) lintas fakultas berhasil menciptakan simulator fisik bibir sumbing yang dinamai teknologi cleft sintesa. Melalui teknologi itu, kualitas penanganan kasus bibir sumbing di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dapat ditingkatkan dengan metode
sintesis wajah 3D.
Inovasi ini merupakan karya Refanka Nabil (Teknik Elektro 2016), Rendi Chevi (Teknik Elektro 2016), Hanif Rachmadani (Teknik Elektro 2016), Yolanda Natalia (Teknik Industri 2016), dan Nurchalis Rasyid (Pendidikan Dokter 2017) di bawah bimbingan dosen Departemen Teknik Mesin FTUI, Radon Dhelika dan secara resmi bermitra dengan Cleft & Craniofacial Center RSCM.
Refanka Nabil menjelaskan ide pembuatan Cleft Sintesa berasal dari diskusi dengan para Dokter Spesialis CCC (Cleft and Craniofacial Center) di RSCM. Diskusi tersebut berubah menjadi ide kolaborasi interdisiplin dalam menjawab permasalahan dokter dalam penanganan bibir sumbing.
“Penciptaan simulator ini dilatarbelakangi oleh lambatnya kemajuan inovasi teknologi medis di Indonesia, khususnya pada kasus bibir sumbing yang nyatanya menjadi kasus penyakit bawaan lahir terbanyak nomor tiga di Indonesia," kata Refanka dalam siaran pers, Rabu (7/8).
Refanka menerangkan Cleft Sintesa mendisrupsi metode lama pembuatan replika anatomis fisik bibir sumbing dengan mengintegrasikan sensor multifungsi accelero-gyro infrared dan metode rekonstruksi tiga dimensi edge-modelling. Integrasi ini bisa menghasilkan pencitraan bibir sumbing yang lebih akurat.
Ia berharap teknologi ini dapat memudahkan proses perencanaan operasi bibir sumbing. Kemudian juga memungkinkan para tenaga medis untuk melatih kemampuan bedah seperti memotong dan menjahit bagian bibir sumbing tanpa menimbulkan resiko.
Sensor multifungsi accelero-gyro infraredakan merekam kontur wajah bayi sumbing untuk mendapatkan 7 titik anatomis bibir sumbing dan rongga dalam mulut pasien tanpa adanya kontak fisik. Lalu, diolah dan diperhalus dengan edge-modelling sehingga terbentuklah model 3D bibir sumbing siap cetak yang sesuai dengan standar dari tenaga medis.
''Model dicetak dengan 3D printing yang mudah dipakai oleh tenaga medis," ujar Refanka.
Refanka menyebut pengembangan teknologi simulator medis semacam ini baru ada di negara Kanada. Ia berharap dengan teknologi ini dapat menjadi pelopor dalam perkembangan teknologi simulator medis di Indonesia.
"Saat ini, Cleft Sintesa sedang diuji kebermanfaatannya terhadap mitra oleh kelima mahasiswa tersebut untuk ajang Program Kreativitas Mahasiswa 2019 yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI," ucapnya.