Kamis 21 Nov 2019 16:59 WIB

UIN Suka Kukuhkan Guru Besar Fakultas Saintek Pertama

Guru Besar UIN Suka tawarkan paradigma baru soal konservasi lingkungan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Dwi Murdaningsih
Pengukuhan guru besar UIN Suka bidang ilmu biologi, Maizer Said Nahdi yang merupakan guru besar perdana Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) UIN Suka
Foto: dok. Silvy Dian
Pengukuhan guru besar UIN Suka bidang ilmu biologi, Maizer Said Nahdi yang merupakan guru besar perdana Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) UIN Suka

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta mengukuhkan guru besar bidang ilmu biologi, Maizer Said Nahdi, Kamis (21/11). Maizer merupakan guru besar pertama Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) UIN Suka. 

Saat dikukuhkan, Maizer menyampaikan orasi ilmiah Biologi Konservasi: Integrasi Pandangan Islam dan Peran Masyarakat Dalam Konservasi Ekosistem Menuju Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Maizer mengatakan, saat ini kondisi ekosistem sudah banyak yang mengalami degradasi atau kemunduran sehingga, harus ada upaya untuk melakukan konservasi. 

 

Ia pun menawarkan sebuah paradigma baru. Biologi konservasi dengan cara integrasi pandangan Islam dan peran masyarakat. 

 

"Biologi Konservasi mendesak untuk dikaji, ditingkatkan dan diaplikasikan dalam Tri Darma Perguruan Tinggi menuju ekosistem berkelanjutan sebagai upaya perbaikan lingkungan hidup saat ini dan generasi mendatang," kata Maizer di UIN Suka, Kamis (21/11). 

 

Dengan melakukan kajian biologi konservasi yang lebih komprehensif, model konservasi yang diimplementasikan di Indonesia dapat tepat sasaran.  Dengan harapan target pembangunan berkelanjutan pada 2030 dapat terwujud. 

 

"Mengingat Indonesia sebagai megabiodiversitas yang banyak menyimpan plasma nutfah, flora, fauna, dan ekosistem yang mungkin masih banyak belum teridentifikasi dan butuh perlindungan," katanya.

 

Ia menjelaskan, keseimbangan ekosistem sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebab, dapat menjaga integritas lingkungan. 

 

Aktivitas manusia dan pesatnya pertumbuhan penduduk telah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem. Baik itu di darat maupun di laut. 

 

"Dengan kondisi tersebut, maka konservasi ekosistem mutlak dilakukan segera," jelasnya. 

 

Menurutnya, kekayaan budaya sebagai kearifan lokal dapat mengelola sumber daya alam. Baik flora, fauna hingga ekosistem. 

 

Kearifan lokal, lanjutnya, justru lebih berpengaruh  meningkatkab pengetahuan ilmiah. Bahkan, sangat berharga untuk pengembangan ilmiah. 

 

"Karena kearifan lokal lebih konsistem menjunjung prinsip etika, kaidah dan norma yang berlaku dengan sistem alam," ujarnya. 

 

Ia mencontohkan, kearifan lokal terkait konservasi ekosistem seperti yang ada di masyarakat Jawa. Yakni Memayu Hayuning Bawana dalam Serat Centini.

 

"Kearifan lokal masyarakat itu menganggap keramat terhadap lahan atau pepohonan tertentu. Ternyata berkaitan dengan upaya menjaga sumber air," tambahnya

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement