REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan kebijakan Kampus Merdeka mendukung kolaborasi antara universitas dengan berbagai pihak di luar kampus untuk menciptakan prodi-prodi baru. Melalui kebijakan ini, perguruan tinggi yang memiliki akreditasi A dan B dapat mengajukan prodi baru jika ada kerja sama dengan organisasi atau QS top 100 World Universities.
"Artinya untuk perguruan tinggi dengan akreditasi A dan B tidak perlu lagi melalui perizinan prodi di kementerian, asal mereka bisa membuktikan telah melakukan kerja sama dengan perusahaan kelas dunia, organisasi nirlaba seperti PBB, Bank Dunia, USAID, BUMN, BUMD, top 100 World Universities berdasarkan QS ranking," kata Nadiem saat paparan tentang kebijakan Kampus Merdeka, di Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1).
Sebagai catatan, prodi baru yang diusulkan tersebut bukan di bidang kesehatan, seperti pendidikan kedokteran, farmasi, kebidanan, kesehatan masyarakat, dan jurusan-jurusan kesehatan lainnya. Kebijakan pemberian otonomi untuk membuka prodi baru ini sebagai upaya untuk menyediakan kurikulum yang lebih prioritas untuk dikuasai oleh mahasiswa Indonesia.
Ia juga mengatakan perguruan tinggi harus cepat melakukan inovasi. Sebab, perguruan tinggi merupakan ujung tombak penyiapan sumber daya manusia (SDM).
Sudah semestinya, kata dia perguruan tinggi terus bergerak dan berbenah dalam memperkuat bekal para sarjana di Indonesia sesuai dengan perkembangan zaman.
"Perguruan tinggi harus lebih cepat berinovasi dibandingkan jalur pendidikan lainnya karena harus adaptif dan berubah dengan lincah menyesuaikan dengan kebutuhan di dunia kerja," kata Nadiem.
Nadiem mengatakan, inovasi dalam pembelajaran dan pengabdian masyarakat adalah tujuan utama pendidikan tinggi. Inovasi hanya bisa terjadi di dalam suatu ekosistem yang tidak dibatasi.