Selasa 31 Jul 2018 13:24 WIB

Cerita Anak Indonesia Raih Medali di Olimpiade Kimia Dunia

Guru berperan penting dalam pencapaian prestasi siswa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Rombongan Tim Olimpiade Kimia Indonesia tiba di Indonesia pada Senin (30/7) malam. Mereka berhasil meraih 1 medali emas, 1 medali perak dan 2 medali perunggu dalam kompetensi bidang kimia tingkat dunia yaitu The 50th IChO (International Chemistry Olympiad) tahun 2018 yang digelar di Rudolfinum, Praha, Republik Ceko.
Foto: Humas Kemendikbud
Rombongan Tim Olimpiade Kimia Indonesia tiba di Indonesia pada Senin (30/7) malam. Mereka berhasil meraih 1 medali emas, 1 medali perak dan 2 medali perunggu dalam kompetensi bidang kimia tingkat dunia yaitu The 50th IChO (International Chemistry Olympiad) tahun 2018 yang digelar di Rudolfinum, Praha, Republik Ceko.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Indonesia berhasil meraih 1 medali emas, 1 medali perak dan 2 medali perunggu dalam kompetensi bidang kimia tingkat dunia yaitu The 50th IChO (International Chemistry Olympiad) tahun 2018 yang digelar di Rudolfinum, Praha, Republik Ceko.

Adapun peraih medali emas olimpiade Kimia tersebut adalah Christoper Ivan Wijaya yang berasal dari SMA Kristen YSKI, Semarang, Jawa Tengah. Lalu peraih medali perak bernama Abdullah Muqaddam dari MAN Insan Cendekia Serpong, Banten.

Sementara medali Perunggu diraih oleh Rizki Kurniawan, SMAN 1 Kota Metro, Lampung dan Muhammad Syaiful Islam, SMA Cindera Mata Kota Bekasi, Jawa Barat.

Mereka yang mengikuti kompetisi ini adalah para juara di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2017. Namun kompetisi tingkat dunia ini baru digelar 2018. Alhasil, sebagian dari mereka sudah berada di bangku kuliah.

Banyak cerita menarik pengalaman mereka dalam kompetisi ini. Bagi Ivan, peraih emas yang merupakan lulusan SMA Kristen YSKI Semarang merasa prestasinya tak lepas dari peran sang guru yang bisa menyulap mata pelajaran Kimia menjadi lebih mengasyikan.

Ivan yang merupakan salah satu peraih emas dalam Olimpiade Sains Nasional 2017, mengaku pada mulanya lebih tertarik mendalami pelajaran Matematika. Hanya saja, di berbagai kompetisi matematika yang diikuti dia selalu gagal meraih juara.

"Awalnya saya suka matematika. Waktu SMA kebetulan ketemu guru kimia yang sebenarnya bukan mengajarnya yang bagus, tetapi guru saya itu pintar memotivasinya. Membuat saya menjadi suka kimia,” ujar Ivan di Jakarta, Selasa (31/7).

Motivasi sang guru itu, diakui Ivan, memang berpengaruh sangat besar pada tingkat kepercayaan dirinya dalam berkompetisi. Mulai dari kompetisi tingkat nasional, hingga internasional.

"Kemarin saja, saya merasa tidak pede gitu kan. Saya rasa banyak kesalahan yang saya lakukan dalam mengisi soal, tapi saya tetap berusaha, dan Puji Tuhan saya bisa dapat emas," jelas Ivan.

Sementara itu, Abdullah Muqoddam, yang kini sudah menjadi mahasiswa kuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, memiliki cerita yang berbeda. Abdullah mengaku, mulai tertarik mendalami pelajaran Kimia ketika masih duduk di kelas XI Madrasah Aliyah (MA) Negeri Insan Cendekia Serpong. 

Ketika itu Abdullah merasa bahwa pelajaran Kimia ada pelajaran yang tepat dan adil. Karena, berbeda dengan pelajaran lainnya, Kimia merupakan pelajaran yang baru dipelajari ketika masuk ke bangku Aliyah atau SMA. Sehingga, kata dia, semua siswa memiliki peluang dan pengetahuan yang sama.

"Beda dengan Biologi, Matematika atau lainnya kan ketika SMP sudah dipelajari. Dan pengetahuan setiap siswa kan akan berbeda-beda, ada yang sudah ekspert atau yang belum. Nah kalau Kimia semuanya belajar dari nol, jadi lebih fair aja saya pikir," kata dia.

Abdullah mengatakan saingan terberat tim Indonesia adalah para siswa dari negara-negara maju. "Saingan terberat kebanyakan dari negara-negara maju, seperti Amerika, Rusia dan Cina. Mereka itu dapat medali emasnya dengan nilai paling tinggi,” kata Abdullah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement