REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Permasalahan kesehatan yang dialami oleh perempuan masih menjadi fokus perhatian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Permasalahan tersebut menjadi semakin kompleks ketika perempuan menjadi warga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Narapidana perempuan merupakan komunitas yang juga mempunyai hak atas kualitas hidup yang layak, termasuk pemenuhan kebutuhan kesehatannya seperti halnya perempuan lainnya. Beberapa studi, menurut Ketua Departemen Keperawatan Maternitas FIKUI, Dr Imami Nur Rachmawati, SKp, MSc menyebutkan permasalahan terkait kesehatan reproduksi yang dihadapi perempuan di Lapas.
Akan tetapi, berbagai kondisi seperti keterbatasan sumber daya tenaga kesehatan dan sarana serta prasarana di Lapas menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Upaya yang dilakukan dapat sebagai solusi agar kebutuhan tersebut dapat dipenuhi adalah dengan memberdayakan perempuan itu sendiri.
Oleh karena itu, Departemen Keperawatan Maternitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIKUI) melakukan penyuluhan dalam rangka Pengabdian Masyarakat dengan di fasilitasi oleh Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Indonesia melalui Program Ipteks Bagi Masyarakat. "Program ini bertujuan memberdayakan perempuan warga binaan di Lapas melalui pembentukan kader kesehatan reproduksi," tutur Imami berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (4/12).
Program pengembangan dan inovasi yang dilakukan terdiri dari beberapa kegiatan. Kegiatan pun di akhiri dengan pendampingan kader atau agen kesehatan reproduksi perempuan dalam memberikan edukasi kepada seluruh warga Lapas.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan oleh staf dosen dan mahasiswa magister dan spesialis Departemen Keperawatan Maternitas FIKUI. Mereka melakukan survei di bulan Juni 2018 yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup perempuan di Lapas yang melibatkan kurang lebih 300 responden yang dipilih secara acak. "Hasilnya kualitas hidup pada aspek psikososial menunjukkan nilai terendah dibanding aspek yang lain," ucap dia.
Kegiatan berikutnya adalah Diskusi Kelompokterfokus yang melibatkan 20 orang perempuan sebagai partisipan. Hasil kegiatan ini adalah ungkapan kebutuhan kesehatan para warga Lapas.
"Pelatihan diikuti oleh 20 orang warga Lapas yang berlangsung bulan Oktober 2018. Kegiatan terakhir adalah pendampingan para kader yang telah mengikuti pelatihan untuk memberikan edukasi kepada seluruh warga Lapas dengan menggunakan lembar balik dan panduan yang dikembangkan oleh tim pengabdian masyarakat,"
Imami berharap kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat memberikan manfaat kepada para warga Lapas, dan staf Lapas, khususnya tenaga kesehatan. Harapan yang lain adalah keberlanjutan kerjasama dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan warga Lapas antara FIKUI dan Lapas.
Salah seorang staf Lapas, Noor mengapresiasi kegiatan tersebut karena membawa dampak yang sangat positif bagi warga dengan menambahnya wawasan serta kemampuan kader kesehatan reproduksi untuk mengedukasi warga lainnya di Lapas. Sehingga nantinya tingkat kesehatan reproduksi warga dapat meningkat. Besar harapan mereka agar kegiatan seperti ini dapat berkesinambungan dengan tidak menutup kemungkinan di bidang kesehatan yang lainnya.