REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Pendidikan Indonesia dinilai masih menganut paham standardisasi. Sementara, sistem ini bukan untuk menjawab kebutuhan revolusi industri 4.0 yang terjadi saat ini.
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal mengatakan, di era sekarang ini, sudah saatnya paradigma pendidikan nasional bertransformasi. Hal ini tentunya dilakukan dengan mengubah paradigma standardisasi pendidikan di Indonesia yang berpotensi mereduksi aspek kemanusiaan.
Selain itu, pendidikan di Indonesia rata-rata juga masih menerapkan cara yang monoton dan repetitif. Hal ini, kadang kurang memberikan ruang eksplorasi dan kurang memahami keberagaman yang diterapkan di sekolah.
"Ini turut berdampak pada munculnya masalah-masalah sosial di level sekolah," kata Rizal, Rabu (13/3).
Cara yang dapat diterapkan untuk menjawab kebutuhan pendidikan saat ini, kata Rizal, dengan pendidikan berbasis literasi manusia. Yang mana menerapkan konsep sekolah menyenangkan, tidak dengan menganut paham standardisasi.
"Yang notabene berfokus pada pengembangan manusia secara holistik, tak terbatas pada kualitas akademik," kata Rizal menambahkan.
Ia menjelaskan, konsep sekolah menyenangkan ini juga memperkuat empat prinsip yang dibutuhkan Indonesia. Prinsip tersebut yaitu dapat meneguhkan jati diri bangsa di tengah persaingan global.
Bahkan, juga menciptakan kemerdekaan berpikir, kemanusiaan, kebudayaan dan kebangsaan. "Karena pendidikan tidak bisa lepas dari konteks sosiologi, antropologi, dan kesejarahannya," ujar Rizal.