REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikiater Lahargo Kambaren menilai peristiwa bunuh diri yang terjadi pada siswi SMP di Jakarta Timur perlu mendapatkan perhatian serius. Iamengingatkan agar masyarakat tidak menganggap enteng adanya tanda-tanda depresi pada anak.
"Beberapa kasus di poliklinik jiwa akhir akhir ini juga menunjukkan peningkatan kejadian depresi pada anak dan adanya ide untuk melakukan bunuh diri. Beberapa malah sudah merencanakan dengan matang mengenai hal tersebut," kata Lahargo, Rabu (22/1).
Sebagai orang tua, ia mengatakan sangat memperhatikan kesehatan fisik pada seorang anak. Orang tua harus membawa anak segera ke dokter dan memberikan obat bila anak sakit seperti demam, batuk, atau muntah.
Namun, masih ada yang tidak peka dengan kesehatan mental anak. Lahargo menuturkan, depresi pada anak seringkali tersembunyi gejalanya.
Gejala yang bisa dirasakan antara lain adalah suasana hati yang sedih atau mudah tersinggung. Anak juga akan terasa memiliki minat yang menurun dan sulit menikmati kesehariannya.
Anak juga akan mengalami penurunan konsentrasi dan sulit membuat keputusan. Selain itu, anak akan mengalami sulit tidur (insomnia) atau kebanyakan tidur (hypersomnia).
Perubahan nafsu makan dan berat badan juga bisa menjadi salah satu gejalanya. Selain itu, Lahargo menambahkan, anak yang depresi akan merasa dirinya tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan.
Rasa keinginan untuk bunuh diri yang berulang juga menjadi tanda-tanda depresi. "Gejala ini berlangsung selama dua minggu berturut turut. Semua gejala-gejala tersebut menyebabkan gangguan fungsi dalam kehidupan sehari hari di sekolah, lingkungan sosial, dan keluarga," kata dia.
Ketika muncul gejala-gejala tersebut pada anak, orang tua harus segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan jiwa. Jangan hanya didiamkan dan menganggap perasaan tersebut akan cepat berlalu.