Sabtu 08 Sep 2018 03:35 WIB

MUI Sumbar Tolak SE Kemenag Terkait Pengeras Suara

MUI Sumbar mempertanyakan aturan yang tak efektif sejak 1978 dimunculkan kembali

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas memperbaiki pengeras suara masjid di Masjid Al Hidayah, Tebet, Jakarta, Selasa (4/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas memperbaiki pengeras suara masjid di Masjid Al Hidayah, Tebet, Jakarta, Selasa (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAR – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Sumatera Barat menolak permintaan Kementerian Agama (Kemenag) untuk mensosialisasikan kembali penggunaan pengeras suara di masjid. Sebelumnya Kemenag meminta semua pihak mensosialisasikan kembali sesuai surat edaran Dirjen Bimas Islam nomor B. 3940/DJ.III/HK.00.07/08/2018 tanggal 24 Agustus 2018.

Ketum MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan adzan merupakan panggilan ilahi yang membawa ketenangan batin, sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW, Arihna bi al-shalat ya bilal. “Aturan ini berdampak pada pembatasan syiar ini akan menyentuh persoalan yang sangat sensitif dalam diri kaum muslimin,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (8/9).

Baca Juga

Selain itu, pengaturan pengeras suara juga akan menimbulkan keresahan terhadap umat. Sebab, penggunaan pengeras suara telah membatasi gerakan dakwah dan syiar agama Islam.

Berdasarkan Keputusan Rapat MUI Sumatera Barat Padang, pada 4 September 2018 lalu, maka perlu dikemukakan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa surat edaran yang sudah tidak berlaku efektif pada tahun 1978, kemudian dimunculkan lagi pada 2018, menimbulkan pertanyaan dan gejolak di tengah umat.

2. Surat Edaran ini memberi peluang bagi orang-orang yang membenci syiar Islam dan kaum muslimin dalam hal ini adzan dan kajian Islam untuk memperkarakan penggunaan pengeras suara dalam kegiatan mereka.

3. Pengaturan yang terlalu rinci dalam persoalan penggunaan pengeras suara membawa dampak kesulitan dalam kegiatan umat.

4. Pengaturan penggunaan pengeras suara dengan sendirinya telah membatasi gerakan dakwah dan syiar agama Islam.

5. Penggunaan pengeras suara dalam pelaksanaan ibadah umat Islam tidak dapat dikatakan sebagai sikap intoleran terhadap penganut agama lain, sebaliknya penganut agama lain justru seharusnya menghargai umat Islam dalam melaksanakan ibadahnya.

6. Bagi kaum muslimin adzan merupakan panggilan ilahi yang membawa ketenangan batin, sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW, (Arihna bi al-shalat ya bilal). Sehingga pengaturan yang berdampak pada pembatasan syiar ini akan menyentuh persoalan yang sangat sensitif dalam diri kaum muslimin.

7. Penggunaan dalil-dalil yang dipakai dalam Surat Edaran tersebut tidak pada tempatnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement