REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- PT Semen Indonesia (Persero) Tbk SMGR melalui pabriknya di Indonesia menargetkan penjualan ekspor hingga akhir 2018 sebesar 3 juta ton. Total nilai penjualan ditargetkan mencapai Rp 4,44 trilliun.
Direktur Marketing & Supply Chain SMGR, Adi Munandir mengatakan SMGR akan terus menggenjot penjualan ekspor sebagai langkah untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar. "Serta untuk memacu utilisasi pabrik dalam negeri. Karena saat ini kondisi industri semen dalam negeri sendiri sedang berlebih pasokan hingga 40 persen yang membuat kompetisi menjadi sangat ketat,” kata dia, pada acara Investor Summit yang digelar di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Surabaya, Rabu (19/9).
Sepanjang Januari sampai Agustus 2018, melalui pabriknya dalam negeri, SMGR telah mencatatkan penjualan ekspor sebesar 1,99 juta ton, tumbuh 42,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 1,39 juta ton. Negara tujuan ekspor semen dan klinker SMGR diantaranya adalah Srilanka, Tahiti, Timor Leste, Tonga, Uni Emirat Arab, Yaman, Filipina, Cina. SMGR juga mengekspor ke Australia, Austria, Maldives, India dan Bangladesh.
“Untuk lebih meningkatkan penjualan di pasar ekspor, SMGR akan memperkuat jaringan ekspor di negara-negara tujuan serta menjajaki berbagai negara lainnya dan ikut aktif dalam kegiatan misi dagang,” kata Adi.
Sementara itu, di tengah ketatnya persaingan industri semen di dalam negeri, hingga bulan Agustus 2018, SMGR mampu mencatatkan kinerja penjualan yang positif. Volume penjualan mencapai 20,67 juta ton, atau tumbuh 4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 19,88 juta ton.
Capaian penjualan tersebut terdiri dari penjualan dalam negeri sebesar 16,93 juta ton, ekspor sebesar 1,99 juta ton, serta penjualan dari Thang Long Cement Company Vietnam (TLCC) sebesar 1,75 juta ton.
Saat ini dinamika industri semen di Indonesia telah mengalami pergeseran dengan masuknya 8 pemain baru sejak 2015, yang mana sebelumnya hanya terdapat 7 produsen semen. Adanya pemain baru tersebut menyebabkan terjadinya over capacity di Indonesia sebesar 30 juta ton, dimana tingkat utilisasi industri tahun 2017 hanya sebesar 65 persen.