Jumat 21 Sep 2018 20:15 WIB

YLKI: Wisata Halal Belum Tergarap Secara Serius

Masih ada mall yang tidak memperhatikan kebutuhan pengunjung akan tempat ibadah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.
Foto: dok. Republika
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, secara makro wisata halal di Indonesia belum tergarap secara serius. Ini jadi sebuah ironi karena market wisata halal sangat besar sekali.

"Kita (Indonesia, Red) belum garap wisata halal dengan baik sehingga rating kita masih rendah dibanding Malaysia," kata Tulus kepada Republika.co.id di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (21/9).

Baca Juga

Ia menerangkan, Malaysia betul-betul menjadikan wisatawan sebagai raja. Kalau wisatawan butuh masjid, mereka bangun masjid. Kalau wisatawan butuh makanan halal, mereka sediakan. Jadi agak ironi ketika Pemerintah Indonesia menargetkan 20 juta wisatawan, tapi pemerintah belum mendorong ke arah target tersebut. 

Selain itu, dia mengungkapkan, ada wisatawan yang mengeluh ke YLKI hanya saja belum didata. Mereka mengeluh tentang makanan yang belum terjamin kehalalannya dan tempat ibadah di lokasi wisata. Jumlah wisatawan yang mengadu ke YLKI belum didata, tapi memang ada.

Dia juga menyampaikan, sampai sekarang masih ada mall yang tidak memperhatikan kebutuhan pengunjung akan tempat ibadah. Misalnya ada mall yang menempatkan mushala di basement dan kondisinya kumuh. "Padahal akan menjadi daya tarik tersendiri ketika mall memiliki mushala yang bersih," ujarnya.

Menurut Tulus, indikator wisata halal di antaranya kenyamana pengunjung atau konsumen. Pengunjung wisata mayoritas Muslim. Bagi wisatawan Muslim, mereka tidak hanya membutuhkan fasilitas umum tetapi juga membutuhkan masjid yang layak. Selain itu wisatawan Muslim membutuhkan tempat-tempat makan yang kehalalannya terjamin.

Ia menyampaikan, seharusnya objek wisata bisa memberikan rasa kenyaman kepada wisatawa Muslim. Sebagai contoh ada negara yang bukan mayoritas Muslim tapi memfasilitasi tempat ibadah untuk wisatawan Muslim. "Contoh di Jepang ada masjid keliling karena di sana banyak konsumen dari Timur Tengah dan Indonesia yang notabene marketnya market Muslim," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement