Rabu 26 Sep 2018 08:59 WIB

AS Jatuhkan Sanksi ke Istri Presiden Maduro

Sanksi membuat Venezuela semakin tertekan.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Nicolas Maduro merayakan kemenangannya di Pilpres bersama istrinya, Cilia Flores, Ahad (20/5).
Foto: BBC
Nicolas Maduro merayakan kemenangannya di Pilpres bersama istrinya, Cilia Flores, Ahad (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi baru terhadap istri Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Ibu Negara Cilia Flores adalah seorang pengacara dan mantan jaksa agung yang juga mengelola badan legislatif negara itu. Ia sering muncul di acara-acara publik bersama Maduro dan menjadi sosok penting dalam politik Venezuela.

Sanksi itu diberikan saat Presiden AS Donald Trump mendesak anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendukung "pemulihan demokrasi" di negara OPEC itu.

Sanksi juga diberikan kepada enam pejabat terdekat Maduro, termasuk Wakil Presiden Delcy Rodriguez dan Menteri Pertahanan Vladimir Padrino. AS memblokir jet pribadi senilai 20 juta AS yang diidentifikasi sebagai milik pejabat penting negara itu.

Langkah ini semakin menambah tekanan pada pemerintahan Maduro. Washington berupaya  untuk terus menekan para pendukung Partai Sosialis yang tidak menunjukkan kesediaan untuk menyerahkan kekuasaan atau menegosiasikan transisi.

"Hari ini, sosialisme telah membangkrutkan negara kaya minyak dan mendorong rakyatnya ke dalam kemiskinan. Kami meminta bangsa-bangsa berkumpul di sini untuk bergabung dengan kami dalam menyerukan pemulihan demokrasi di Venezuela," kata Trump dalam sambutannya kepada Majelis Umum PBB.

Di bawah kepemimpinan Maduro, Venezuela telah membatasi kekuasaan legislatif yang dikendalikan oposisi. Pemerintah memenjarakan politisi oposisi dan menciptakan kongres paralel dengan kekuatan tak terbatas.

Inflasi terjadi hingga 200 ribu persen. Kebutuhan pokok dan obat-obatan semakin sulit diperoleh. Ini telah memicu eksodus  ke negara-negara Amerika Latin di dekatnya,

Maduro mengaku menjadi korban "perang ekonomi" yang dipimpin oleh musuh dukungan AS. Dia menyangkal membatasi kebebasan politik. Ia bersikeras bahwa pemimpin oposisi telah merencanakan upaya pembunuhan dan berusaha  menggulingkannya melalui protes jalanan yang penuh kekerasan.

"Saya dikepung oleh sanksi (pejabat). Terima kasih, Donald Trump, karena mengelilingiku dengan martabat," kata Maduro menyikapi sanksi Trump.

Namun  dia berharap dapat bertemu secara langsung dengan Trump. Gedung Putih tahun lalu menanggapi permintaan serupa dengan mengatakan pertemuan seperti itu akan terjadi saat Venezuela kembali ke demokrasi.

Pemerintah Trump telah memberlakukan beberapa  sanksi terhadap pemerintahan Maduro sejak  2017. Sanksi terbaru,  melarang warga negara Amerika dan perusahaan melakukan transakis dengan pejabat terkait. Sanksi juga  memblokir  rekening bank atau layanan kontrak dari perusahaan AS.

"Sanksi yang lebih pribadi mungkin dapat merampas pejabat-pejabat tinggi Venezuela dari beberapa keuntungan  tetapi ini tidak akan mengganggu stabilitas rezim," kata Direktur asosiasi konsultan Control Risks, Raul Gallegos.

Sekelompok senator AS pada Selasa mengatakan mereka telah memperkenalkan undang-undang yang berusaha mengatasi krisis di Venezuela. Di antaranya memperketat sanksi dan menyediakan 40 juta dolar AS untuk bantuan kemanusiaan.

Baca juga, Maduro: Cile, Kolombia, Meksiko Konspirasi untuk Bunuh Saya.

Wakil Presiden AS Mike Pence secara terpisah mengatakan  AS akan memberikan tambahan 48 juta dolar AS kepada mitra di wilayah tersebut untuk menghadapi krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh meningkatnya migrasi orang Venezuela.

Organisasi migrasi dan pengungsi AS pada Agustus mengatakan saat ini 2,3 juta orang Venezuela tinggal di luar negeri dan lebih dari 1,6 juta orang telah meninggalkan Venezuela sejak 2015. Venezuela tidak merilis angka resmi jumlah migrasi.

Namun Maduro pada September mengatakan tidak lebih dari 600 ribu orang Venezuela bermigrasi dalam dua tahun terakhir. Menurutnya 90 persen dari mereka ingin kembali.

Maduro  berkuasa  karena dukungan lanjutan dari anggota pasukan bersenjata seperti Padrino (55) yang diangkat sebagai menteri pertahanan pada  2014.

Secara terpisah, beberapa negara Amerika Latin berencana untuk mengajukan tuntutan terhadap pemerintah Maduro atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag.

Negara-negara, yang termasuk Peru, Kolombia, Paraguay, Uruguay dan Argentina sedang berupaya mencari dukungan dari lebih banyak negara untuk menekan Maduro.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement