Senin 01 Oct 2018 17:05 WIB

Cahaya Masjid Tua di Nusantara

Masjid-masjid di Indonesia tumbuh dengan beragam arsitektur.

Masjid Sunan Ampel
Masjid Sunan Ampel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Peradaban Islam di Indonesia sudah berlangsung ratusan tahun. Banyak catatan sejarah menyebutkan, Islam hadir di Nusantara sekitar abad XII.

Bahkan, beberapa sumber sejarah menyebutkan, Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad VII. Dalam perkembangannya, Islam kemudian menjadi agama yang dianut masyarakat Nusantara dan kerajaan-kerajaan saat itu. Seiring dengan itu, tempat-tempat ibadah umat Islam pun mulai didirikan.

Masjid-masjid di Indonesia tumbuh dengan beragam arsitektur. Corak arsitektur masjid-masjid tua di Indonesia banyak dipengaruhi oleh khazanah Hindu-Buddha. Biasanya, masjid-masjid itu memiliki denah bujur sangkar dan di sisi barat terdapat bangunan yang menonjol untuk mihrab.

Sementara, di dalam masjid terdapat barisan tiang yang mengelilingi empat tiang induk yang disebut saka guru. Atap masjid biasanya merupakan atap tumpang (susun), semakin ke atas semakin kecil, dan yang paling atas berbentuk joglo. Tak hanya masjid di Jawa, bentuk atap seperti ini juga diaplikasikan pada masjid wilayah timur Indonesia, seperti Maluku.

Masjid tua atau kuno adalah masjid yang usianya telah mencapai 50 tahun atau lebih. Di Indonesia, jumlah masjid yang tergolong tua diperkirakan lebih dari 1.000 buah. Sebagian di antaranya masih berdiri kokoh dan mampu melaksanakan fungsinya dengan baik, misalnya Masjid Saka Tunggal di Banyumas (1288), Masjid Tua Wapauwe di Maluku (1414), Masjid Ampel di Surabaya (1421), Masjid Agung Demak (1474), Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin (1526), Masjid Menara Kudus (1549), Masjid Agung Banten (1552), Masjid Mantingan, Jepara (1559), dan Masjid Palopo (1604).

Masjid Saka Tunggal

Berlokasi di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, atau 30 km ke arah barat dari Kota Purwokerto, masjid ini dibangun pada 1288 M, seperti yang tertulis pada saka guru (tiang utama)-nya.

Secara lebih jelas, tahun pembuatan masjid ini juga tercantum pada kitab-kitab yang ditinggalkan sang pendiri masjid, yaitu Kiai Mustolih. Sayangnya, kitab-kitab itu hilang tak tentu rimbanya sejak bertahun-tahun lalu.

Resminya, masjid ini bernama Masjid Saka Tunggal Baitussalam, namun lebih populer dengan nama Masjid Saka Tunggal. Dinamakan Saka Tunggal karena masjid ini hanya memiliki satu tiang penyangga (saka tunggal).

Saat ini, bagian bawah saka itu—tempat terdapat angka tahun didirikannya masjid—dilindungi dengan kaca. Mengapa hanya ada satu saka? Konon, hal itu merupakan perlambang bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.

Berukuran 12 x 18 meter, Masjid Saka Tunggal menjadi satu-satunya masjid di Pulau Jawa yang dibangun jauh sebelum era Walisongo—hidup sekitar abad XV-XVI. Jika melihat tahun pembangunannya, yakni 1288 M, maka Masjid Saka Tunggal merupakan masjid tertua di Indonesia.

Masjid Wapauwe

Inilah masjid tertua di Maluku sekaligus menjadi bukti keberadaan Islam di kawasan itu pada masa lampau. Diperkirakan, Islam mulai bersemi di Maluku pada 1400-an. Nah, masjid ini didirikan pada 1414 dan masih kokoh berdiri hingga sekarang.

Masjid yang berada di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah ini masih mempertahankan bentuk aslinya. Tempat ibadah itu dibangun tanpa paku sehingga dapat dibongkar-pasang. Untuk menyambungkan setiap bagian bangunan, perancangnya hanya menggunakan pasak kayu.

Konstruksi ini memungkinkan masjid dipindah-pindahkan. Dindingnya terbuat dari gaba-gaba, yakni pelepah sagu yang dikeringkan. Ketika suatu kali dilakukan renovasi, setengah bagian dinding kemudian dibuat dengan campuran kapur.

Meski berada di wilayah timur Indonesia, terdapat pengaruh arsitektur Jawa di bangunan ini. Hal itu tampak pada keberadaan saka guru. Atapnya juga dipengaruhi oleh bangunan Jawa, yakni berupa atap tajuk bertingkat.

Selain usianya yang sudah sangat tua, masjid ini juga menyimpan mushaf Alquran yang diyakini merupakan mushaf tertua di Indonesia. Mushaf tersebut ditulis tangan oleh Imam Muhammad Arikulapessy dan selesai pada 1550. Di masjid ini juga terdapat Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada 1590 tanpa iluminasi (hiasan pinggir) dan ditulis tangan pada kertas buatan Eropa.

Imam Arikulapessy adalah imam pertama Masjid Wapauwe. Sedangkan, Nur Cahya adalah cucu Imam Arikulapessy. Selain mushaf, di masjid ini juga tersimpan Kitab Barzanzi atau syair puji-pujian kepada Rasulullah SAW, naskah khotbah, penanggalan, serta manuskrip Islam yang sudah berumur ratusan tahun.

Masjid Ampel

Ini adalah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya. Masjid ini didirikan pada 1421 oleh Raden Achmad Rachmatullah (Sunan Ampel). Saat itu, masjid berarsitektur Jawa kuno dengan nuansa Arab yang kental ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama untuk membahas penyebaran Islam di Tanah Jawa.

Masjid dan makam Sunan Ampel merupakan bangunan tua bersejarah yang masih terpelihara dengan baik. Struktur bangunan dengan tiang-tiang penyangga berukuran besar dan tinggi yang terbuat dari kayu, juga arsitektur langit-langit yang kokoh memperlihatkan bahwa kekuatan bangunan ini mampu melintasi zaman.

Untuk melestarikan kawasan sejarah ini, Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan Masjid Ampel sebagai cagar budaya dan membangun kawasan ini sebagai objek wisata religi. Masjid Ampel sudah beberapa kali direnovasi dan diperluas, yakni tahun 1926, 1954, dan 1972. Kini, luas salah satu masjid tertua di Indonesia itu mencapai 1.320 meter persegi .

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement