REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbeda dengan seni kaligrafi, seni lukis kurang mendapat perhatian di dunia Islam, terutama era klasik. Dengan amat sedikit pengecualian, tidak ada tradisi gambar figural dalam kontak agama Islam.
Struktur-struktur agama telah dihias dengan gambar nonfigural lewat beragam media dan teks agama diornameni dengan ilustrasi serta pembuka bab dan ayat yang cerah.
Menurut Ensklopedi Oxford Dunia Islam Modern, meskipun eksistensi lukisan keagamaan telah lama diakui oleh para sarjana seni Islam, seni lukis hanya belakangan ini dikaji secara terperinci.
Perhatian lebih banyak diarahkan pada lukisan yang sangat meluas di lingkungan dunia Islam: ilustrasi naskah sejarah, cerita rakyat, roman, epik, puisi, serta fabel binatang, dan produksi lukisan berukuran satu halaman yang dikumpulkan serta disu suan menjadi album oleh patron-patron individual. Pada umumnya, diproduksi secara atelir kerajaan atau patron-patron elite.
Sepanjang sejarah Islam, seniman berasosiasi dengan kerajaan yang bergaul dengan seniman-seniman asing; Bizantium, Eropa, dan Cina yang me ngunjungi kerajaan, serta karya-karya seni asing yang kemudian menjadi koleksi kerajaan. Secara khusus, cetakan dan lukian Eropa mulai berdampak terhadap lukisan miniatur di kerajaan-kerajaan Shafawiyah, Qajar, Ustmaniyah, dan Mughal.
Pada mulanya, para seniman membatasi diri pada eksperimen dengan aspek teknis perspektif dan pewarnaan. Namun, dengan semakin akrabnya seniman Dunia Islam dengan seni lukis Eropa, dan pada saat persentuhan politik dan budaya antara kedua entitas, para seniman Islam abad ke-19 meng adopsi konvensi seni lukis Eropa, yang efeknya menjangkau jauh pada seni lukis Dunia Islam.
Semasa Dinasti Shafawiyah (1501- 1732), para seniman Persia berkenalan dan terpengaruh oleh karya cetakan orang-orang Eropa serta para seniman Eropa yang mengunjungi Kerjaaan Shafawiyah. Istana-istana bangsawan dihias lukisan mural berukuran besar, yang terutama menggambarkan topik sejarah dan orang yang tengah bersantai dengan latar belakang pemandangan.
Di bawah Dinasti Qajar (1779-1924), dilakukan pengembangan corak dan gaya lukisan. Konsepsi mural Syafawiyah dibuat untuk hiasan dinding, berskala besar, berbahan dasar minyak, dan paling sering menggambarkan pangeran atau wanita kerajaan.
Satu hal yang harus diakui, sulit me la kukan kaji
n secara mendalam terkait dengan perkembangan seni lukis di abad ke-19 itu. Hal ini menginat kompleksitas dan persentuhan ragam budaya. Sehingga, akan sangat menyesatkan dan tidak informatif jika mereka dipandang sebagai entitas budaya atau politik tunggal. Pengkajian terhadap dimanika seni tersebut muncul belakangan. Dan, sebagian besar kajian sejauh ini berkonsentrasi pada arsitektur dan bukan lukisan, kecuali seni Turki modern.
Lukisan era Ustmainyah dalam tradisi klasik berakhir dengan berakhirnya abad ke-18. Lukisan Turki modern dimulai pada pertengahan abad ke-19, setelah selama hampir 50 tahun hanya memiliki sangat sedikit lukisan miniatur yang masih ada. Adulcelil Celebi atau Levni, salah satu pelukis abad ke-19 yang pa ling banyak dikaji, dikenal melalui Surname-I vehbi (Buku Perayaan) yang memperingati khitan anak-anak lelaki Sultan Ahmad III pada 1971.
Selain itu, pelukis lainnya yang tersohor ialah Rafael atau disebut Rafael dari Armenia. Karya-karya abad ke-18 muncul pada 1840-an dan 1850-an. Setidaknya, terdapat 40 seniman yang aktif pada akhir abad ke-19. Mereka bekerja dengan berbagai gaya. Di abad ke-19, pelukis Turki paling tersohor dan menarik perhatian ialah Osman Hamdi Bey (1842-1910).
Di dunia Arab, perkembangan gaya lukisan modern telah mengambil jalan beragam. Di Arab Saudi, umpamanya, seni modern baru muncul dalam beberapa dekade terakhir ini. Sepanjang sejarah seni Islam, Mesir meiliki peran menentukan, dan hal ini berlaku pula dalam kancah seni kontemporer.
Sekolah seni rupa modern yang pertama didirikan di Kairo 1908 dan bertahan hingga sekarng sebagai Sekolah Tinggi Seni Rupa. Lukisan di Dunia Islam telah bergerak dari bentuk seni pribadi untuk kenikmatan sekelompok kecil pemilik naskah menjadi seni umum yang dipamerkan di galeri dan museum, sehingga praktik seni menjangkau khalayak yang lebih luas.